TEMPO.CO, Jakarta - Rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan PT Bank Tabungan Negara atau (Persero) Tbk atau BTN di Gedung DPR, Senayan, hari ini diwarnai dengan banyak perdebatan. Komisi XI DPR, yang membidangi sektor keuangan dan perbankan, menilai ada kejanggalan dalam kasus pembobolan dana nasabah dengan modus pembukaan rekening deposito beberapa waktu lalu.
Menurut anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar, Sarmuji, modus pembobolan ini terlalu konvensional untuk tidak disadari korban. "Tidak masuk akal kalau pemilik dana besar tidak berhati-hati. BTN ungkapkan saja kalau ada fraud di internal," ujarnya di ruang rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Senin, 23 April 2018. Anggota Komisi XI menengarai ada keterlibatan orang dalam di kasus ini.
Baca: BTN Belum Tertarik Meminang Bank Muamalat
Seperti diketahui, kasus pembobolan dana nasabah BTN, yang terjadi pada 2016 lalu, terbongkar ketika salah satu perusahaan korban penipuan hendak mencairkan sertifikat deposito yang akan jatuh tempo. Namun pegawai layanan konsumen yang melayani malah bingung karena sertifikat deposito tersebut tak terlacak dalam sistem pembukuan BTN.
Setelah dilakukan pemeriksaan tim auditor, sertifikat deposito yang dimiliki dinyatakan fiktif. Uang yang mereka transfer hanya tercatat untuk pembukaan rekening giro di bank BTN kantor kas. Uang pun tak lagi tersisa karena telah dialihkan ke bank lain.
Pihak BTN berkilah tidak ada orang dalam di kasus ini karena dua pelaku yang telah membobol uang nasabah bukanlah pegawai Bank BTN. Kedua pelaku telah dikenakan sanksi pidana masing-masing divonis selama tujuh dan delapan tahun penjara, sementara pelaku lain sedang diproses.
Belakangan, diketahui bahwa pelaku yang tertangkap sudah berpengalaman dan pernah dipidana karena kasus yang sama. Kemudian, saat keluar dari penjara, pelaku kembali melancarkan aksinya. Pelaku mendapatkan kepercayaan korban dengan membawa kepala kantor kas, selanjutnya membuka rekening deposito, serta mempercayakan pembayaran bunga dan sebagainya kepada pelaku. "Jadi kami sama-sama ditipu," ujar Direktur Utama BTN Maryono di lokasi yang sama.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Indah Kurnia, mengaku bingung dengan penjelasan BTN karena dana yang dibobol pelaku berjumlah Rp 240 miliar dari empat nasabah. "Artinya, ada dana sekitar Rp 60 miliar dari masing-masing nasabah. Besar dananya. Bagaimana mungkin setelah dua tahun baru disadari terjadi pembobolan? Kalau saya dapat dana masuk segitu, saya pelototi tiap hari," ucapnya.
Dalam kesimpulan akhir RDP, Komisi XI meminta direksi BTN menyampaikan jawaban lengkap secara tertulis atas pertanyaan anggota Komisi XI. Jawaban tertulis itu khususnya terkait dengan kronologi pembobolan dana nasabah.