TEMPO.CO, Jakarta-Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putri Sandjojo menilai Indonesia berpotensi menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan perekonomian terkuat di dunia. Hal itu mengacu pada data oleh penyedia jasa auditor PricewaterhouseCoopers (PwC) yang merilis potensi Indonesia untuk merangkak naik dalam peringkat ekonomi dunia.
Menurut Eko, potensi tersebut dapat terwujud jika Indonesia berhasil mengentaskan masalah kemiskinan. “Itu tidak akan terjadi kalau kita tidak bisa memecahkan pekerjaan rumah yang besar, yakni kemiskinan, kesenjangan, dan pendidikan,” kata Eko di Gedung Badan Pusat Statistik, Jakarta Pusat pada Kamis, 19 April 2018.
Baca: ADB Prediksi Ekonomi Indonesia Tumbuh Lebih Inklusif
Menurut Eko, ketiga permasalahan tersebut penting dituntaskan untuk mencegah terjadinha gejolak sosial. Sebab, gejolak sosial nantinya akan menimbulkan gejolak politik yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara. “Contohnya negara Latin yang mengalami gejolak politik lalu pertumbuhan ekonominya menjadi negatif,” kata Eko.
Sebelumnya, PwC merilis hasil riset tentang outlook perekonomian dunia. Seperti dilansir dari situs resmi PwC, John Hawksworth, Chief Economist PwC, mengatakan Indonesia akan berada di peringkat 5 pada 2030 dengan estimasi nilai GDP US$ 5.424 miliar. Indonesia juga berpotensi naik menjadi peringkat 4 pada 2050 dengan estimasi nilai GDP US$ 10.502 miliar berdasarkan nilai GDP dengan metode perhitungan Purchasing Power Parity (PPP). Posisi tersebut akan menjadikan Indonesia dengan perekonomian big emerging market. Hal itu mengingat posisi Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terkuat di Asia Tenggara.
Pada 2018, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen, dengan tingkat inflasi 3,5 persen. Belanja negara dianggarkan sebesar Rp 2.204,4 triliun, dengan defisit mencapai Rp 325,9 triliun.
Pemerintah juga memasukkan anggaran penanggulangan kemiskinan untuk kelompok miskin, hingga Rp 292,8 triliun. Total subsidi yang dianggarkan juga semakin meningkat menjadi Rp 172,4 triliun, terdiri atas subsidi energi Rp 103,4 triliun, dan subsidi non energi Rp 69 triliun.