TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia menyarankan pemerintah tidak menjadikan Bandara Kertajati sebagai embarkasi penerbangan haji tahun ini.
Ombudsman Republik Indonesia menilai, dengan panjang landasan pacu yang hanya 2.750 meter, secara teknis Bandara Kertajati belum memenuhi syarat keselamatan penerbangan pesawat berbadan lebar seperti Airbus A330 dan Boeing 777 dengan muatan penuh penumpang, bagasi, bahan bakar dan logistik untuk penerbangan jarak jauh menuju Arab Saudi.
Baca juga: Bandara Kertajati Siap Lakukan Penerbangan Perdana Haji Juli 2018
“Apabila terjadi kondisi cuaca yang kurang ideal atau gangguan teknis saat tinggal landas atau mendarat, risikonya terlalu besar," ucap Anggota Ombudsman Republik Indonesia Alvin Lie, Selasa, 17 April 2018.
Dia melanjutkan, untuk mengatasi sempitnya marjin keselamatan, maskapai pengangkut jemaah haji Garuda Indonesia berencana untuk meminimalisir beban pesawat dengan hanya mengangkut penumpang beserta bagasi saja, tanpa logistik seperti makanan, dan bahan bakar secukupnya saja untuk terbang dari Kertajati ke Soekarno-Hatta.
Pengisian bahan bakar serta logistik yang dibutuhkan untuk penerbangan menuju Jeddah akan dilakukan di bandara Soekarno-Hatta. Hal ini karena Kertajati belum memenuhi syarat keselamatan penerbangan untuk pengoperasian pesawat berbadan lebar yang akan digunakan mengangkut jemaah haji.
Baca juga: Menhub Rencanakan Tujuh Penerbangan Haji Pertama di Bandara Kertajati
Dia mengungkapkan, pola penerbangan Kertajati–Jeddah dengan transit di bandara Soekarno-Hatta menambah lama durasi penerbangan. Diperkirakan proses pemuatan logistik dan pergerakan pesawat di Soekarno-Hatta akan membutuhkan waktu 90-120 menit.
Tambahan durasi penerbangan ini akan berimbas terhadap beban fisik dan mental jemaah haji. Di samping itu, pola tersebut juga akan menambah kepadatan lalu lintas penerbangan di Soekarno-Hatta yang sudah mencapai 80 pergerakan pesawat per jam.
“Saat ini Bandara Kertajati baru selesai pembangunan infrastruktur dasarnya, sedangkan sistem pendukung seperti koneksi internet, transportasi multi-moda, dan alur pelayanan belum terbukti handal dan lancar, sehingga berpotensi mengalami berbagai kendala dalam beberapa bulan pertama, sebagaimana yang terjadi pada awal pengoperasian Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta,” tuturnya.