TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan mengusulkan perubahan mekanisme ihwal pembayaran selisih harga biodiesel. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan hal dilakukan untuk menepis tuduhan Amerika Serikat bahwa Indonesia memberikan subsidi kepada produsen biodiesel.
"Karena kan definisi subsidi ada aliran dari pemerintah ke produsen. Ini yang harus diubah," ucap Oke setelah menjalani rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Selasa malam, 20 Maret 2018.
Baca: Program Penerapan Biodiesel pada 2020 Terancam Ditunda
Oke menjelaskan, dalam usul mekanisme baru itu, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit tidak akan berhubungan dengan produsen biodiesel lagi. Nantinya, PT Pertamina (Persero) diminta membeli biodiesel ke produsen dengan harga pasar, tanpa adanya pengurangan seperti saat ini.
Lalu, BPDP akan membayar selisih harga tersebut kepada Pertamina. "Usul itu sudah diberikan dan akan dipelajari Pertamina," ujar Oke.
Dalam mekanisme pembayaran yang lama, tutur Oke, BPDP Sawit membayarkan selisih harga biodiesel kepada para produsen. Jadi, nantinya konsumen bisa mendapatkan biodiesel dengan harga rendah dan meningkatkan permintaan dalam negeri.
Oke menuturkan hal itu yang menyebabkan adanya tuduhan subsidi. Padahal dana pembayaran selisih harga biodiesel sebetulnya diambil dari pungutan sawit para produsen biodiesel tiap melakukan ekspor.
Dengan begitu, Oke memastikan tidak ada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang digunakan. "Kejadian sebetulnya itu adalah dari sawit ke sawit," katanya.
Sebelumnya Amerika Serikat menuduh Indonesia memberikan subsidi kepada produsen biodiesel melalui pembayaran biaya selisih yang dilakukan BPBD. Amerika Serikat menganggap harga biodiesel dalam negeri akan menjadi lebih rendah daripada harga pasar global.