TEMPP.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan meminta Badan Pusat Statistik (BPS) menyamakan konsep atau definisi tentang rasio elektrifikasi listrik. Hal tersebut diungkapkannya saat menandatangani nota kesepahaman dengan BPS tentang penyediaan, pemanfaatan, serta pengembangan data dan informasi statistik bidang ESDM di kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat pada Jumat, 16 Maret 2018.
"Rumusan rasio elektrifikasi ini harus sama. Jangan hanya dari PLN saja yang masuk definisi rasio elektrifikasi, saat ini zaman sudah berkembang dan ada sumber pembangkit listrik lainnya," ujar Jonan di kantornya pada Jumat, 16 Maret 2018.
Simak: Cadangan Listrik 40 Persen Nganggur, Dirut PLN: Tambah Jumlah AC
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essensial Service Reform, Fabby Tumiwa sempat mempertanyakan RE listrik pada 2017 karena mencapai angka 94,91 persen. “Dari bulan September target tercapai 92 sampai 93 persen, akhir November sampai 94,91 persen, bagaimana bisa melonjak segitu?” kata Fabby Tumiwa di Jakarta, Kamis, 11 Januari 2018.
Fabby menilai kenaikan 2 persen rasio elektrifikasi listrik sejak September hingga November itu, patut dipertanyakan. Sebab, kata dia, 1 persen kenaikan saja kira-kira mencapai 680 ribu rumah tangga yang perlu teraliri listrik. “Atau sekitar 2,4 juta pelanggan,” katanya
Jonan menceritakan, salah satu perusahaan di Riau misalnya, ada yang membangun pembangkit sendiri tanpa memakai jaringan PLN, karena tidak ingin menunggu lebih lama. "Mereka ada yang pakai PLTS atau energi terbarukan lainnya," kata Jonan.
Untuk mendapatkan data rasio elektrifikasi (RE) listrik yang riil dan tidak bias, Jonan berharap BPS bisa menyesuaikan definisi RE listrik BPS. Menanggapi hal tersebut, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, pihaknya akan segera meperbaiki konsep definisi RE Listrik sesuai perintah Jonan. "Kami memang masih menggunakan definisi yang lama, karena dulu listrik memang harus dari PLN. Seiring perkembangan zaman, semua tentu berubah," kata pria yang akrab disapa Kecuk itu.
DEWI NURITA | SYAFIUL HADI