TEMPO.CO, YOGYAKARTA - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde mengaku amat penasaran dengan latar belakang pendirian startup Bukalapak yang dibangun Achmad Zaky.
Dalam acara diskusi yang digelar di kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Kamis, 1 Maret 2018 kemarin, Lagarde pun mengorek hal itu langsung dari Zaky sambil disaksikan ratusan mahasiswa.
“Bagaimana cara kamu mengindentifikasi apa yang sebenarnya menjadi minatmu (sehingga membuat Bukalapak) ? Apa yang kamu cari?” tanya Lagarde pada Zaky.
Zaky menjawab ia membangun startup Bukalapak 10 tahun silam hanya karena pengalaman pribadinya.
Simak: Bos IMF Singgung Tenaga Kerja Wanita, Ini Jawaban CEO Bukalapak
“Itu dimulai dari pengalaman yang sangat personal dalam hidup saya,” ujar Zaky.
Zaky menceritakan, di kampung halamannya di Solo Jawa Tengah, saat itu bahkan mungkin sekarang, banyak sekali bertumbuh usaha mikro kecil menengah. Sebagai kota sub –urban Solo hanya kota kecil dan bukan kota industri yang memiliki banyak pabrik untuk menyerap tenaga kerja.
Namun dari banyaknya usaha kecil tersebut, meski telah lama berjalan, kondisinya tetap sama saja secara penghasilan. Tidak banyak perubahan yang bisa diperoleh.
“Dari kondisi usaha kecil yang stagnan itu muncul keinginan saya membantu, mengubahnya lewat jalan teknologi, itu jadi awal passion saya (membangun Bukalapak),” ujarnya.
Zaky menuturkan, dalam tradisi masyarakat Indonesia, terutama kebiasaan di Jawa, membantu orang lain bisa dilakukan dalam bentuk apa saja.
“Jika kamu bertemu orang, dan kamu bisa membantu kesusahannya, itu membuat perasaanmu menjadi lebih baik, jadi tidak selalu tentang uang,” ujar Zaky.
Terkait kerja keras membangun startup nya agar makin lebih canggih dalam membantu berdayanya UMKM, ujar Zaky, seperti orang sedang menyalurkan hobi.
“Namanya hobi ya dijalani dengan hati,” ujarnya.
Lagarde mengejar, “Seperti apa sebenarnya kerja Bukalapak memberdayakan usaha kecil itu,” ujarnya.
Zaky menjawab, sebenarnya Bukalapak bekerja layaknya sebuah warung, pasar terkecil yang terhubung dengan suatu komunitas masyarakat. Bukalapak mengkoneksikan seluruh warung di Indonesia untuk mendistribusikan produknya secara online.
“Warung ini secara sosio cultural menjadi tempat interaksi yang sangat dekat dan dipercaya masyarakat sekitarnya, tidak sekedar tempat jual beli, “ ujarnya.