TEMPO.CO, Yogyakarta - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde tak diduga menanyakan hal-hal detail pada pendiri startup Bukalapak Achmad Zaky dalam diskusi yang digelar di kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Kamis sore lalu.
Lagarde yang awalnya mengorek seputar perusahaan Bukalapak, tiba tiba langsung menyinggung soal ketenagakerjaan perempuan kepada Zaky. "Berapa banyak perempuan yang bekerja di perusahaanmu?" tanya Lagarde, Kamis sore, 1 Maret 2018.
Baca: Sambangi Gubernur DIY, Bos IMF Disuguhi Tari Beksan Lawung
Zaky menjelaskan pihaknya saat ini berusaha menyeimbangkan jumlah tenaga kerja perempuan dan laki laki di perusahaan yang memiliki tenaga kerja inti 30 orang itu agar sama banyak. "Kami sedang mengupayakan jumlahnya (tenaga kerja perempuan) bisa fifty-fifty (dengan laki laki)," ujarnya.
Soal tenaga kerja perempuan, menurut Lagarde, adalah hal yang penting. Karena persoalan partisipasi tenaga kerja perempuan juga penting untuk wajah perekonomian Indonesia.
Lagarde menuturkan, meski tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan Indonesia saat ini dilaporkan sudah mencapai 51 persen dari populasi penduduk berkelamin perempuan, namun tetap ada ketimpangan.
Pasalnya, bila dibandingkan dengan tingkat partisipasi angkatan kerja laki laki, angkanya sudah mencapai 81 persen. "Sebab tingkat partisipasi angkatan kerja ini juga berkaitan dengan tingkat kesejahteraan serta ikut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang terjadi," ucap Lagarde.
Lebih jauh Lagarde menuturkan banyak hal mempengaruhi tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan. Mulai dari individu sendiri, lingkungan, perusahaan juga kebijakan pemerintah. "Jadi saya ingin tahu apa yang dia (Zaky) lakukan (soal tenaga kerja perempuan), dan itu sangat positif," tuturnya.
Zaky menuturkan perusahaanya juga dilengkapi dengan ruangan laktasi untuk ibu menyusui, day care, juga ruang bermain anak agar para ibu yang bekerja bisa tetap fokus tanpa khawatir. Termasuk jika ada karyawan yang menjadi ibu itu sedang repot dengan anak di rumah, maka karyawan itu diizinkan bekerja dari rumah. "Sekarang teknologi sudah memungkinkan orang berkomunikasi kapan dan di mana saja, tempat (bekerja) menjadi tak terlalu penting," ujarnya.
Kesejahteraan dan kenyamanan, menurut Zaky, penting agar orang orang yang bekerja di perusahaannya terdorong melakukan inovasi untuk pengembangan perusahaan. "Misalnya menyediakan makan siang dan malam gratis," katanya menjawab pertanyaan bos IMF itu lebih jauh.