TEMPO.CO, Jakarta - PT Waskita Karya (Persero) Tbk menjadi sorotan publik dalam beberapa hari belakang. Sejumlah proyek dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya ini ambruk, longsor, dan terus menimbulkan korban dari pekerja konstruksi.
Direktur Operasi II Waskita Karya, Nyoman Wirya Adnyana mengakui ada unsur kelalaian dalam sejumlah insiden yang terjadi. "Tapi bukan tidak kami prediksi dari awal, pasti kami perbaiki," katanya dalam acara diskusi di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Februari 2018.
Simak: 7 Kecelakaan Proyek Waskita Karya di 6 Bulan Terakhir
Sebanyak 14 insiden kerja silih berganti terjadi sepanjang enam bulan terakhir, dari Agustus 2017. Tujuh di antaranya dikerjakan oleh Waskita Karya yaitu kereta cepat ringan (LRT) Palembang (4 Agustus 2017), tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (22 September 2017), dan tol Pasuruan-Probolinggo (29 Oktober 2017). Selain itu Tol Layang Jakarta-Cikampek II (16 November 2017), Tol Pemalang-Batang (30 Desember 2018), Tembok Jalan Perimeter Proyek Kereta Bandara (5 Februari 2017) dan yang teranyar Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu atau Tol Becakayu (20 Februari 2018).
Nyoman menjelaskan pemasangan pemasangan konstruksi seperti girder jalan layang yang menggunakan model non-standar. Girder non-standar memiliki panjangnya 50,8 meter, tingginya 2,3 meter, dan lebar 75 cm. Desain yang cukup langsing membuat faktor angin mesti menjadi pertimbangan. "Misalnya kecepatan angin prediksi hanya 20 km/jam, namun tiba-tiba mendadak 30 sampai 40 km/jam," ujarnya.
Pada proyek Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) dan Tol Pasuruan-Probolinggo, pembangunan menggunakan girder non-standar. Girder, kata Nyoman, harus benar-benar dipasang pas agar tidak menyimpang atau muncul ekstremisitas. "Harus betul betul horizontal. Pada saat selisih tinggi dia menimbulkan daya dorong yang berbeda," tuturnya.
Atas insiden yang terus berulang, Nyoman menambahkan, Waskita Karya telah memanggil para ahli terkait untuk melakukan kajian ulang atas sejumlah proyek. "Dan itu ternyata itu butuh waktu tiga bulan untuk memastikan sebenarnya apa yang terjadi," ujarnya.
Waskita Karya bukan sama sekali lolos dari perhatian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Akhir Desember 2017, beton girder proyek Tol Pemalang Batang, Semarang, yang dikerjakan Waskita Karya tiba-tiba ambruk. Alhasil, BUMN Karya ini pun mendapat peringatan tertulis oleh Kementerian PUPR. "Kami pernah keluarkan teguran pada proyek Tol Batang (Tol Pemalang-Batang) Semarang," kata Basuki saat dikonfirmasi, Rabu, 21 Februari 2018.
Nyoman berdalih evaluasi telah dilakukan sejak mendapat peringatan tersebut. Pasca insiden Tol Becakayu baru-baru, Selasa dini hari, 20 Februari 2018, perubahan langsung dilakukan. "Kami stop pemasangan girder non standard di atas jam 5 sore," ungkapnya.
Ketua Komite Keselamatan Kerja Konstruksi Nasional (KKKN) Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengingatkan insiden kecelakaan tersebut hanyalah bagian kecil dari keseluruhan proyek. Menurut dia, lebih dari 7000 girder telah dipasang Waskita Karya dan hanya beberapa yang ambruk. "Jadi lebih banyak succes story-nya," kata Syarif.
Ia enggan merinci soal peluang sanksi bagi Waskita Karya. Menurut dia, sanksi bisa dilakukan pada perusahaan ataupun personil. Jika pada personil, sanksi terberat adalah pemecatan. Jika pada perusahaan, yang terberat adalah pencabutan izin. Syarif lantas hanya menyampaikan untuk Tol Becakayu, "Memang sudah ada yang dilaporkan kepada Pak Menteri, bahwa personil yang melakukan kecerobohan," ujarnya.