TEMPO.CO, Jakarta - President dan co-founder Go-Jek Andre Soelistyo menilai regulasi di Indonesia masih menjadi kendala bagi mereka untuk melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO). Andre berujar, aturan IPO di luar negeri terbilang lebih fleksibel sehingga mudah bagi perusahaan seperti Go-Jek untuk melantai di bursa efek.
"Perusahaan seperti kami masih muda, historical financialnya masih dibangun dan juga masih ada sedikit kendala. Di luar negeri lebih fleksibel," kata Andre dalam konferensi pers kerja sama PT Astra Internasional Indonesia Tbk dan Go-Jek di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin, 12 Februari 2018.
Simak: Setelah Astra, Kini Giliran Djarum Kucurkan Investasi ke Go-Jek
Salah satu yang dinilai belum fleksibel oleh Go-Jek yakni profitabilitas. Andre mengatakan, hal ini akan menjadi saran Go-Jek kepada otoritas Bursa Efek Indonesia agar membuat aturan yang lebih fleksibel.
"Mengingat perusahaan kami terbatas dengan regulasi-regulasi itu. Tapi secara aspirasi Go-Jek ingin segera bisa go-public," kata Andre.
CEO Go-Jek Nadiem Makarim menyampaikan hal senada. Nadiem tak menampik kucuran dana yang diperoleh Go-Jek dari sejumlah investor, seperti Google dan Astra dapat mendorong perusahaannya untuk segera listing di bursa efek, asalkan regulasi yang ada akomodatif terhadap bisnis mereka.
"Amin (makin cepat IPO). Kita tunggu saja. Harapannya adalah regulasi di Jakarta Stock Exchange itu lebih fleksibel untuk pemain digital," ujar Nadiem.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pemerintah bertekad mendukung bisnis digital di tanah air dengan perubahan regulasi-regulasi yang diperlukan.
"Kalau mereka listing di Singapura, dapat apa Indonesia? Semua ekosistem ekonomi di Indonesia harus berubah," kata Rudiantara.