TEMPO.CO, Jakarta -Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memperketat regulasi tentang tahapan pengawasan dan izin edar obat dan makanan di Indonesia. Hal ini terkait suplemen makanan yaitu Viostin DS dan Enzyplex yang ditemukan mengandung babi.
"Jadi penguatan perizinan itu harus semakin ketat, izin edar, kemudian pengawasan," ujar Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim di Balai Kartini Jakarta, Rabu, 31 Januari 2018.
Lukman mengatakan dalam kasus ini industri pembuat Viostin DS dan Enzyplex yang bersangkutan harus dimintai klarifikasi. Sebab, kata dia, di awal izin edar seharusnya informasi mengenai suplemen mengandung babi sudah tertera. "Kalau tenyata pada izin edar itu tak ada berarti ini suatu pelanggaran terhadap konsumen," katanya.
Menurut Lukman, LPPOM MUI telah menganjurkan produk makanan atau obat-obatan bersertifikasi halal. Selain itu mandatori informasi halal juga harus jelas. "Masalahnya apakah BPOM menganut mandatori informasi halal ini, informasi pencampuran atau bersentuhan atau pernah bersentuhan dengan babi, apakah ini cukup?" ucapnya.
Lukman berujar BPOM juga harus menguji kembali mandatori informasi halal. Hal ini penting sebab agar konsumen tidak tertipu dengan produk yang ternyata mengandung babi. "Sekarang sudah berapa lama izin edar itu, berapa lama distribusi produk itu, itu berapa banyak konsumen sudah menggunakan produk itu, ini menjadi masalah tentunya," tuturnya.
Lukman menambahkan terkait suplemen Viostin DS dan Enzyplex ini BPOM seharusnya tak hanya menarik produk yang sudah beredar. Dia mengatakan BPOM juga harus menjelaskan penindakan selanjutnya terkait hal ini. "Kami juga meminta BPOM menginformasikan kepada kami semua, semua stakeholder terkait langkah-langkah yang akan diambil," ujarnya.
Sebelumnya, BPOM memberikan klarifikasi sehubungan dengan viralnya surat dari Balai Besar POM di Mataram kepada Balai POM di Palangka Raya tentang Hasil Pengujian Sampel Uji Rujuk Suplemen Makanan Viostin DS dan Enzyplex tablet, yang disebut mengandung babi.
Dalam pernyataan yang dimuat di laman resminya, Selasa, 30 Januari 2018, Badan POM menyatakan sampel produk yang tertera dalam surat tersebut adalah Viostin DS produksi PT. Pharos Indonesia dengan nomor izin edar (NIE) POM SD.051523771 nomor bets BN C6K994H, dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories dengan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101.
Berdasarkan hasil pengawasan terhadap produk yang beredar di pasaran (post-market vigilance) melalui pengambilan contoh dan pengujian terhadap parameter DNA babi, ditemukan bahwa produk di atas terbukti positif mengandung DNA babi. BPOM RI telah menginstruksikan PT. Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories untuk menghentikan produksi dan/atau distribusi produk dengan nomor bets tersebut.
Badan POM juga menyatakan, PT. Pharos Indonesia telah menarik seluruh produk Viostin DS dengan NIE dan nomor bets tersebut dari pasaran, serta menghentikan produksi produk Viostin DS. Begitu juga dengan PT Medifarma Laboratories, telah menarik seluruh produk Enzyplex tablet dengan NIE dan nomor bets tersebut dari pasaran.
SYAFIUL HADI | DIAS PRASONGKO