TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menceritakan proses pembahasan rencana impor 3,7 juta ton garam dalam rapat kordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya Satyamurti Poerwadi, menyebut ada keterlibatan pejabat Sekretariat Kabinet (Setkab) dalam memuluskan rencana ini.
Dalam rapat di Kemenko Perekonomian, Jumat, 19 Januari 2018, kata Brahmantya, pihaknya bersikukuh kuota impor rekomendasi KKP hanya 2,13 juta ton. "Dalam rapat itu saya bertahan," ujarnya kepada Tempo melalui sambungan telefon di Jakarta, Senin malam, 22 Januari 2018.
Namun kemudian, kata Brahmantya, Menko Perekonomian, Darmin Nasution mengambil alih keputusan. Darmin juga menyatakan bahwa impor tidak harus melalui rekomendasi KKP, karena komoditas yang di impor adalah garam industri.
Simak: Pengusaha Sambut Keputusan Impor Garam 3,7 Juta Ton
Keputusan ini pun diperkuat oleh pejabat Setkab yang hadir. Pejabat tersebut menyampaikan bahwa ada Instruksi Presiden (Inpres) yang membenarkan pernyataan Darmin. "Beliau yg menjelaskan terkait inpres yg intinya Menko bisa mengambil keputusan." Brahmantya mengakui pejabat tersebut adalah Deputi Seskab Bidang Kemaritiman, Satya Bhakti Parikesit.
Rencana impor garam industri menuai polemik. Menko Perekonomian, Darmin Nasution dan Kementerian Perdagangan memastikan volume impor maksimal hanya 3,7 juta ton. "Dilakukan bertahap, tapi itu tidak sekaligus juga, dilihat berapa kemampuan sebulan," kata Darmin Nasution seusai rapat koordinasi terbatas mengenai garam industri di Jakarta, Jumat, 19 Januari 2018.
Angka ini melebihi rekomendasi KKP. Dari hasil data KKP dan Badan Pusat Statistik (BPS), stok garam pada awal 2018 masih 349 ribu ton. Dengan estimasi produksi garam rakyat 2018 sebesar 1,5 juta ton, maka stok garam diperkirakan mencapai 1,85 juta ton. Rencana penggunaan garam nasional, konsumsi maupun industri, diperkirakan sebesar 3,98 juta ton, sehingga rekomendasi impor dari KKP hanya 2,13 juta ton.
Dalam rapat bersama Komisi Kelautan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin kemarin, Susi meradang. Angka 2,13 juta ton direkomendasikan KKP karena hasil garam petani masih cukup bagus. “Keputusan kuota 3,7 juta ton ini melebihi rekomendasi kami. Kemenko Perekonomian dan Kementerian Perdagangan tidak mengindahkan rekomendasi KKP,” kata Susi.
Meski demikian, Brahmantya mengaku tetap getol mempertahankan rekomendasi yang hanya 2,13 juta ton. Dalam rapat, ia mengutip ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Dalam Pasal 37 disebutkan bahwa dalam hal impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman, menteri terkait harus mendapatkan rekomendasi dari Menteri. Menteri yang dimaksudi memberikan adalah Menteri Perikanan, yaitu Susi Pudjiastuti.
Namun, Darmin dan pihak Kementerian Perdagangan disebut tetap memutuskan kuota impor garam sebanyak 3,7 juta ton. "Saya bilang saya akan laporkan dulu ke Menteri (Susi Pudjiastuti), tapi Pak Menko (Darmin) sudah umumkan ke wartawan, ya sudah jadi itu saja yang terjadi," kata Brahmantya.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri, Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi membenarkan Brahmantya, sebagai perwakilan KKP telah diajak ikut serta membahas rencana ini. Namun, Elen mengaku tak tahu mengapa kemudian rencana ini justru menuai kekecewaan dari KKP. "Saya belum baca beritanya apa, nanti saya cek deh," ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, Tempo belum berhasil meminta konfirmasi ke Satya Bhakti terkait klaim Brahmantya. Elen pun belum memberikan penjelasan lebih lanjut. "Saya masih perlu diskusi dengan Pak Menko dahulu ya," ujarnya melalui pesan singkat, Selasa, 23 Januari 2018.