TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral segera melakukan realisasi survei geofisika, geologi, dan geokimia, dalam rangka mencari sumber daya panas bumi di Wae Sano, Nusa Tenggara Timur. Aktivitas ini menjadi yang pertama kalinya menggunakan dana abadi panas bumi (geotermal fund).
"Tahun ini eksplorasi Wae Sano memakai dana abadi. Selain survei juga dilakukan studi dampak lingkungan dan sosial," tutur Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana di kantornya, kemarin.
Survei akan menggunakan dana panas bumi yang sebagiannya berasal dari hibah bank dunia sebesar US$55 juta atau sekitar Rp 711 miliar. Pemerintah melalui anggaran negara akan berkontribusi dalam program ini melalui penempatan dana Rp 3 triliun.
Kementerian Energi, Rida berujar, juga mengusulkan eksplorasi di empat area. Di antaranya Jailolo, Maluku Utara, untuk pemberdayaan uap panas sebesar 75 megawatt (MW); Bonjol, Sumatera Barat, untuk kapasitas 200 MW; Bituan, Sulawesi Selatan, untuk kapasitas 38 MW; dan Nage, Nusa Tenggara Timur, sebesar 30 MW.
Pengelolaan dana abadi termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.08/2017. Melalui regulasi ini, pemerintah menugaskan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), perusahaan pembiayaan pelat merah, untuk mengelola dana abadi.
Sementara itu, pelaksanaan pengeboran bakal diusulkan Kementerian Energi. Pengusul memberikan informasi pendahuluan berupa kondisi geologi, geofisika, geokimia, dan landaian suhu yang sebelumnya disurvei oleh Badan Geologi. Kementerian pun bisa mengusulkan pembiayaan survei pendahuluan di wilayah terbuka dari SMI.
Nantinya persetujuan proposal bakal dibahas bersama dalam Komite Bersama yang terdiri dari tim teknis Kementerian Keuangan bersama Kementerian Energi. SMI juga dapat mengirimkan tenaga ahli untuk mendukung pekerjaan komite. Jika proposal mendapat lampu hijau, Komite menunjuk perusahaan jasa pengeboran untuk memulai pencarian panas bumi.
Rida menuturkan eksplorasi bakal berlangsung di wilayah kerja yang belum dikelola kontraktor. Namun, pemilik konsesi suatu blok juga dapat meminta kerja sama eksplorasi dengan pemerintah. Syaratnya, pengelola blok berstatus badan usaha milik negara di bidang panas bumi. Perusahaan juga harus memastikan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero).
PT SMI wajib menyusun rencana pengelolaan dana paling sedikit sekali dalam setahun. Kewajiban lainnya adalah pengawasan eksplorasi serta pemeriksaan dananya melalui konsultan independen.
Jika eksplorasi berhasil, kata Rida, datanya bakal dimanfaatkan Kementerian Energi sebagai bekal lelang wilayah kerja. Kemudian, pemenang wilayah kerja harus mengganti biaya eksplorasi yang dikeluarkan. Nah, duit kompensasi itu bakal digunakan SMI untuk membiayai eksplorasi berikutnya. "Intinya supaya bisa melakukan pemboran lagi di tempat lain," ujar Rida. Sebaliknya, jika eksplorasi gagal, pemerintah tidak menerima kompensasi apa pun.
Anggota Dewan Energi Nasional Rinaldy Dalimi menyatakan kebijakan dana abadi mampu menurunkan harga jual listrik
panas bumi. Namun Rinaldy menggarisbawahi PT SMI yang berhak menanggok untung dari biaya kompensasi. "Keuntungan boleh saja, tetapi jangan seperti margin pembiayaan komersial," ujarnya, beberapa waktu lalu.