TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Penyelenggara Umrah dan Haji In-Bound Indonesia (Asphurindo) Syam Resfiadi meminta anggota asosiasi mulai menghitung dan merinci dampak pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) yang diterapkan pemerintah Arab Saudi per Januari ini. Kebijakan itu diambil dengan mempertimbangkan pelemahan harga minyak yang selama ini menjadi komoditas andalan negara petrodollar tersebut.
Syam memperkirakan, pungutan PPN tersebut bakal memicu kenaikan biaya perjalanan umrah dan haji sebesar 5-10 persen dalam waktu dekat. Kenaikan itu terjadi pada biaya di land arrangement yang bisa meningkat hingga kisaran US$ 50-250 per orang.
Baca: 2017, Garuda Indonesia Berangkatkan 107 Ribu Jemaah Haji
"Perhitungan kasat mata, kenaikan sekitar US$ 50-250, tergantung dari jenis hotel dan kendaraan darat yang kita gunakan di sana," ujar Syam kepada Tempo, Kamis, 4 Januari 2018.
Syam merinci, untuk paket termurah, biaya land arrangement dapat meningkat US$ 50-75. Untuk paket dengan hotel kelas menengah hingga atas, biaya land arrangement kemungkinan akan naik masing-masing pada kisaran US$ 75-150 dan US$ 150-250.
Baca Juga:
Selain itu, kata Syam, pungutan PPN bakal berimbas ke sektor lain seiring dengan kenaikan harga barang bakar minyak (BBM) dan tarif listrik. "Asosiasi tidak bisa berbuat apa-apa, saya hanya bisa menyarankan anggota supaya pandai-pandai berhitung agar tidak salah dalam menjual harga paket," tuturnya.
Hal lain yang juga mesti diperhitungkan, menurut Syam, adalah kemungkinan kenaikan airport tax. "Apakah airport tax akan di-charge oleh pemerintah terhadap airline yang mendarat di sana? Perhitungan harus sampai ke sana."
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebelumnya mengatakan akan menghitung kembali besaran biaya yang akan dikenakan kepada jemaah haji. Lukman mengatakan pemerintah juga akan segera membahas hal tersebut bersama dengan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat.
AMIRULLAH SUHADA