TEMPO.CO, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menandatangani perjanjian kredit sindikasi proyek kereta api ringan (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. Peminjaman kredit bernilai Rp 19,25 triliun itu terdiri atas Rp 18,1 triliun untuk kredit investasi dan Rp 1,15 triliun untuk kredit modal kerja. Kontrak peminjaman tersebut berjangka 18 tahun.
Penandatangan tersebut dilakukan KAI dengan dua belas bank sindikasi. Dua belas bank sindikasi itu terdiri atas bank pelat merah, bank swasta nasional, dan bank swasta asing. Mereka adalah Bank Mandiri, BNI, BRI, BCA, CIMB Niaga, PT SMI, Bank DKI, Hana Bank, BTMU, Shinhan Bank Indonesia, Bank Sumut, dan Bank Mega.
Baca: Menteri Rini Ingin PT KAI Tak Jadi Investor LRT Jabodebek
"Ini suatu era baru, infrastruktur yang selama ini menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa didanai swasta," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta Pusat, Jumat, 29 Desember 2017.
Budi berujar, pembangunan LRT merupakan salah satu program prioritas nasional. Terutama untuk menjawab tuntutan masyarakat akan transportasi umum yang aman, nyaman, dan memiliki ketepatan waktu yang tinggi.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan APBN mengalokasikan dana sebesar Rp 7,6 triliun kepada PT KAI dan Rp 1,4 triliun untuk PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Dana tersebut dalam bentuk penyertaan modal negara. "Pembiayaan yang dilakukan oleh sindikasi membutuhkan jaminan bahwa PT KAI akan membayar kembali apa yang dipinjam," ucapnya.
Sri Mulyani juga menuturkan pemerintah memberi dukungan dalam bentuk subsidi dari karcis LRT yang akan dijual kepada masyarakat. Pemerintah menetapkan tarif awal sebesar Rp 12 ribu untuk sekali perjalanan.
Baik Budi Karya maupun Sri Mulyani berharap PT KAI dan PT Adhi Karya bisa mengelola pembiayaan proyek LRT Jabodebek ini secara transparan serta baik. "Terpenting, tidak ada korupsi. Nanti saya yang dipanggil KPK," kata Sri Mulyani.