TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri lembaga Code For Indonesia Prasetyo Andy Wicaksono mengatakan salah satu kunci awal untuk memulai bisnis atau startup adalah mengidentifikasi apa yang dibutuhkan publik.
Menurut pria yang pernah mengembangkan aplikasi Qlue tersebut, para pelaku startup juga harus bisa mengetahui permasalahan masyarakat yang berpotensi menjadi peluang bisnis.
“98 persen startup gagal karena mereka tidak membuat suatu hal yang dibutuhkan orang,” kata Prasetyo di Perpustakaan Nasional, Gambir, Jakarta Pusat, Minggu, 26 November 2017.
Menurut Prasetyo, agar bisnis startup bertahan, para pelaku harus jeli mencium masalah yang tidak hanya dialami oleh segelintir orang tetapi juga masyarakat luas. Ia mengatakan jika suatu permasalahan hanya dialami oleh segelintir orang maka sebaiknya tidak cocok menjadi peluang bisnis karena hanya akan menghasilkan pendapatan yang sedikit.
Setelah mengidentifikasi masalah yang terjadi di tengah masyarakat, Prasetyo mengatakan langkah selanjutnya adalah tawarkan solusi dari masalah tersebut. Ia menambahkan pemilihan target konsumen yang sesuai juga krusial agar produk yang ditawarkan tepat sasaran. "Kalau yang punya problem hanya puluhan orang, bagaimana mau menjadi bisnis," kata dia.
Baca: Chelsea Islan Ajak Anak Muda Bawa Indonesia Maju di 2045
Selain dalam hal mengidentifikasi masalah, Prasetyo mengatakan kunci lain agar bisnis bisa langgeng adalah tim yang solid. Menurut Prasetyo terkadang ada beberapa anggota tim yang kurang berkomitmen. Kurang solidnya tim menjadi penghambat sebuah bisnis baru untuk bisa maju.
"Selama satu tim ada kesamaan visi dan nilai yang ingin dikejar maka bisa bertahan. Ketekunan yang paling penting,” kata dia.
Prasetyo sendiri sudah menggeluti bidang bisnis digital sejak 2010. Dalam kurun waktu tujuh tahun tersebut, ia mengaku sudah beberapa kali gagal. Beberapa bisnis yang ia kembangkan mayoritas gagal karena pasarnya tidak ada.
“Kita pernah coba buat semacam media sosial untuk para mahasiswa. Tetapi saat itu sudah ada Facebook, sehingga masalah masyarakat sudah ditawarkan solusinya oleh Mark Zuckerberg (pendiri Facebook),” kata dia.
Selain itu Prasetyo dan rekan-rekannya juga pernah mengembangkan e-commerce untuk produk kerajinan seperti kain batik dan tenun. Ia mengatakan bisnis tersebut gagal karena kalah bersaing di pasar dan timnya kurang solid.
Setelah gagal dalam beberapa bisnis digital, Prasetyo mulai sadar, banyak hal yang lebih penting dibandingkan dengan mengembangkan aplikasi semata. Menurutnya, pengembangan sumber daya manusia lebih penting ketimbang aplikasi digital.
Oleh karena itu Prasetyo Andy Wicaksono mendirikan lembaga yang bernama Code for Indonesia. Lembaga ini bergerak dalam bidang pengembangan manusia untuk teknologi informasi (TI). Code For Indonesia telah melakukan pelatihan TI di 10 kota di Indonesia yakni Medan, Pontianak, Makassar, Denpasar, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Malang.