Jakarta – Presiden Joko Widodo mengikuti pertemuan APEC Business Advisory Council (ABAC) Dialogue dan pertemuan APEC-ASEAN Leaders yang di kawasan Furama Resort, Da Nang, Viet Nam.
Dalam ABAC Dialogue pada Jumat 10 November 2017, Jokowi menegaskan pentingnya pembangunan ekonomi yang terbuka dan inklusif guna mengatasi masalah ketimpangan yang terjadi di sejumlah negara di dunia.
Menurut Jokowi, Indonesia berhasil menerapkan sistem pembangunan inklusif melalui sejumlah program perlindungan sosial di Tanah Air.
"Kita dinilai berhasil menyeimbangkan dan mengkombinasikan antara pertumbuhan dan equity. Misalnya melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dinilai mengkombinaksikan pertumbuhan dan distribusi, serta mengurangi ketimpangan," ujar Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir dalam keterangan rilis yang diterima Tempo pada Sabtu, 11 November 2017.
Dalam pertemuan APEC-ASEAN tersebut Presiden Jokowi juga menyatakan pentingnya membangun sinergitas yang solid antar negara anggota APEC maupun ASEAN. Indonesia sebagai pendiri kedua organisasi itu pun memiliki peran penting dalam mewujudkan sinergitas tersebut.
"Di satu sisi kita ikut berperan dalam membentuk ASEAN dan APEC, namun pada saat yang sama perkembangannya harus juga memberikan kontribusi kepada kita secara nasional," kata Fachir.
Menurut dia, inergitas tersebut bisa diwujudkan dalam sejumlah kerja sama di berbagai bidang, mulai dari e-commerce, pengembangan sumber daya manusia, hingga Regional Cooperation in Asia Pasific (RCAP) dengan Free Trade Area of Asia Pacific (FTAAP).
"ABAC dan ASEAN juga dapat membantu APEC membentuk pasar domestik intrakawasan sehingga tidak bergantung pada kawasan lain," ucap Fachir.
Menanggapi hal tersebut, sejumlah pemimpin negara pun memberikan apresiasi dan pandangan positif terhadap pesan yang disampaikan Presiden Jokowi dalam forum tersebut.
"Australia dalam hal perdagangan karena ARCEP potensial maka akan segera digulirkan. Kalau Free Trade Area of Asia Pacific masih jauh," ucap Fachir.