TEMPO.CO, Jakarta-Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengawasi tiga emiten yang berpotensi delisting. Delisting ialah penghapusan pencatatan saham emiten dari bursa. Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan dari tiga ada satu emiten yang berpotensi kuat delisting Oktober ini.
"Bisa forced delisting (penghapusan paksa) bulan ini. Kami tidak akan menunggu," ucap Tito di Jakarta, Kamis, 5 Oktober 2017. Upaya BEI dengan memberi kesempatan perbaikan sudah dilakukan, namun hingga saat ini emiten itu belum menunjukkan gelagat perbaikan. Tito sendiri enggan menyebutkan ketiga perusahaan yang tengah diawasi itu.
Ada dua hal yang menjadi perhatian utama apakah sebuah perusahaan layak delisting atau tidak. Tito menyebutkan dua komponen itu ialah laporan keuangan dan unit usaha yang jelas. Dari pemantauan BEI, ternyata emiten yang tengah dipantau tidak membuat laporan keuangan lebih dari dua tahun dan tidak bisa membuktikan usaha yang dijalankan.
Di luar satu emiten yang bakal terkena delisting, lanjut Tito, dua emiten lainnya dinilai ada upaya melakukan perbaikan. BEI sendiri menegaskan tidak tebang pilih atau memberikan perlakuan beda terhadap ketiga emiten itu. Ia menuturkan sudah menyurvei langsung ke lapangan untuk mengetahui kondisi ketiga emiten itu. "Kantor ada tapi tidak ada orangnya. Tidak punya bisnis tapi ada usahanya," kata Tito.
Sebelumnya, selain tiga emiten tersebut, BEI sudah delisting saham PT Inovisi Infracom Tbk (INVS). Dengan kata lain, saham INVS tidak lagi diperdagangkan di pasar modal. Penghapusan pencatatan efek Inovisi dari Bursa Efek Indonesia efektif terhitung 23 Oktober 2017.
Baca Juga:
Tito mengatakan sudah berkali-kali BEI memanggil direksi namun tidak mendapatkan respon. Menurut dia, BEI harus mempunyai kepastian ihwal kepastian usaha. Indikator dari itu ialah ada atau tidaknya laporan keuangan. "Mereka tidak bisa memberi laporan keuangan makanya di forced delisting," kata dia.
ADITYA BUDIMAN