TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku usaha industri petrokimia menghadapi tekanan kenaikan harga bahan baku mengingat pabrik yang beroperasi masih berbasis naphta. Tak hanya itu, penguatan harga minyak dunia pun turut memicu kenaikan harga bahan baku petrokimia.
Sekjen Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik, Fajar Budiyono, mengatakan kenaikan harga bahan baku tidak hanya terjadi pada naphta, tetapi juga kepada produk turunannya, polimer.
“Harga bahan baku polimer sebagai turunan naphta sedang tinggi-tingginya,” ujarnya pada Senin, 2 Oktober 2017.
Menurut Fajar, harga polimer di pasar global sudah berangsur naik USD 100-200 per ton pada tahun ini. Situasi tersebut kurang menguntungkan bagi pabrikan petrokimia di Indonesia sebab ketersediaan pasokan bahan baku lokal bahkan tak mencapai 50 persen permintaan industri.
Baca: Industri Petrokimia Lokal Pasok Bahan Baku Otomotif
“Pasokan global polimer sedang bermasalah karena pada tahun ini saja sudah lebih dari lima pabrik di Amerika Serikat tutup. Pasokannya berkurang tapi permintaannya tetap, praktis harganya di seluruh dunia ikut terangkat,” ujarnya.
Menurutnya, pabrikan petrokimia tengah menggenjot produksi untuk menopang kenaikan permintaan plastik dari sektor industri lain.
“Bagi industri petrokimia justru sekarang sedang masuk peak season. Terutama karena mempersiapkan kenaikan permintaan seasonal industri makanan minuman yang biasanya menumpik di akhir tahun, persiapannya kan butuh 2-3 bulan,” ujar Fajar.