TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Property Watch (IPW) menilai biaya siluman dalam perizinan proyek pembangunan masih banyak ditemui para pengembang.
CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, mengatakan dengan batasan harga rumah murah FLPP senilai Rp 140 juta, beban biaya tak resmi atau biaya siluman minimum Rp 6,5 juta per unit atau 4,6 persen, bahkan ada yang mencapai 15 persen.
Baca Juga:
"Angka ini relatif kecil, tetapi menjadi sangat besar bila dikalikan jumlah rumah yang dibangun. Per seratus rumah yang dibangun, pengembang harus mengeluarkan dana cadangan di muka sebesar Rp 650 juta, bila 1.000 unit rumah menjadi Rp 6,5 miliar,” ungkapnya, Ahad, 24 September 2017.
Biaya siluman tersebut ditempatkan untuk beberapa pos, misalnya biaya perizinan, biaya sertifikasi, biaya koordinasi oknum pejabat pemerintah daerah, sampai untuk preman-preman. Hal ini hampir dilakukan oknum di semua pemerintah daerah.
Selain itu, IPW juga menyoroti kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan perizinan yang dinilai masih belum mumpuni.
Baca: Investigasi IPW: Biaya Tak Resmi Rumah Murah Rp 6,5 Juta per Unit
Banyak kebijakan terkait syarat-syarat yang tidak seragam, bahkan di antara internal pemerintah daerah (pemda). Setiap perangkat pemerintah daerah harusnya dapat melakukan koordinasi yang lebih baik sehingga tidak harus mengulang proses yang tengah dijalankan pengembang dikarenakan syarat yang tidak seragam.
Terkait sumber daya manusia yang ada, banyak Pemda yang belum sepenuhnya mengatur pemangkasan perizinan. Banyak Peraturan daerah yang masih tumpang tindih dan harus diatur ulang. Selain itu juga sosialisasi oleh kementerian dan petunjuk pelaksanaan di beberapa daerah terkesan belum siap.
Sistem online yang ada di beberapa di daerah pun seakan tidak beroperasi karena tanpa sumber daya manusia yang baik, sistem hanya sebatas sistem.
Kondisi-kondisi tersebut memberikan peluang bagi para oknum untuk "bermain" biaya siluman dengan dalih untuk mempercepat proses yang ada.