TEMPO Interaktif, Jakarta:Sawah yang gagal panen (puso) akibat banjir dan kekeringan mencapai 189 ribu hektare tahun lalu. Angka ini tertinggi dalam lima tahun terakhir. Menurut Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian Sutarto Alimoeso, jumlah sawah puso meningkat tajam lantaran terjadi lonjakan bencana banjir pada Januari dan Desember serta kekeringan mulai Juni tahun lalu. Iklim pada 2006 pun lebih basah sehingga banyak petani menanam padi. Itu sebabnya luas lahan yang ditanami lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya. Tapi, akibatnya, "Sawah yang gagal panen menjadi lebih banyak," kata Sutarto kepada Tempo di Jakarta, Selasa malam lalu. Data yang diperoleh koran ini menunjukkan, jumlah sawah yang terkena banjir dan kekeringan pada 2006 sebanyak 577.046 hektare . Seluas 189.773 hektare di antaranya gagal panen. Data itu juga menunjukkan bahwa tiap tahun terjadi kenaikan jumlah sawah yang terkena banjir dan kekeringan sehingga jumlah sawah puso juga bertambah. Kondisi tahun lalu hampir sama dengan yang terjadi pada 2003. Menurut Sutarto, 2003 terjadi gejala El Nino lemah yang memancing musim kemarau cukup panjang. Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Bidang Luar Negeri dan Organisasi Internasional, Fadli Zon, pernah memperkirakan kekeringan tahun ini bakal lebih parah dibandingkan tahun lalu. Sebab, tahun ini diperkirakan terjadi El Nino. Indonesia, kata dia, dikhawatirkan mengalami krisis pangan jika pemerintah tak memiliki strategi yang jelas. "Jangan-jangan pertengahan tahun, kita sudah minta impor beras lagi," ujarnya. Pemerintah sudah mewaspadai El Nino. Menurut Sutarto, peringatan akan El Nino membuat luas tanam padi berkurang supaya jumlah sawah yang terkena bencana lebih kecil. Pemerintah juga menaikkan anggaran untuk mengatasi bencana menjadi Rp 81,9 miliar dari Rp 58,33 miliar tahun lalu. Uang itu diberikan kepada 161 kabupaten/kota di 22 provinsi dalam bentuk benih, racun hama (pestisida), alat pertanian, serta biaya operasional. EWO RASWA