Akibat Relaksasi Ekspor Minerba, 11 Smelter Berhenti Beroperasi

Reporter

Kamis, 20 Juli 2017 16:07 WIB

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan relaksasi ekspor konsentrat dan mineral mentah kadar rendah yang dilakukan pemerintah mengakibatkan 11 perusahaan pemurnian tambang atau smelter berhenti beroperasi karena merugi. Adanya relaksasi itu memungkinkan perusahaan tambang melakukan ekspor tambang mentah tanpa harus dimurnikan terlebih dahulu melalui smelter.

“Memang dampak dari kebijakan ini sudah terlihat. Sudah ada yang menderita. Kemudian juga ada 12 yang rugi. Karena direlaksasi, pasar menerima produk yang tak seharusnya, tapi harga turun dari kepentingan bisnis yang awalnya tak ada relaksasi,” kata Marwan Batubara dalam diskusi di Hotel Century Park, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Juli 2017.

Baca: PT COR Bantah Merugi Akibat Relaksasi Ekspor Minerba

Sebelas perusahaan yang merugi itu adalah PT Karyatama Konawe Utara, PT Macika Mineral Industri, PT Bintang Smelter Indonesia, PT Huadi Nickel, PT Titan Mineral, PT COR Industri, PT Megah Surya, PT Blackspace, PT Wan Xiang, PT Jinchuan, dan PT Transon.

Di sisi lain, ada 12 perusahaan smelter nikel yang merugi akibat jatuhnya harga, yaitu PT Fajar Bhakti, PT Kinlin Nickel, PT Century, PT Cahaya Modern, PT Gede Industri, PT Tsingshan, PT Guang Ching, PT Cahaya Modern, PT Heng Tai Yuan, PT Virtue Dragon, PT Indoferro, dan pemain lama, PT Vale Indonesia Tbk.

Sebelumnya, pemerintah memberikan relaksasi ekspor konsentrat dan mineral mentah kadar rendah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 yang disusul dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia Nomor 5 Tahun 2017 dan Nomor 6 Tahun 2017. Ketiga aturan ini memberikan kembali izin ekspor konsentrat mineral kadar rendah untuk bauksit dan nikel.

Baca: Freeport dan Amman Kaji Aturan Baru Ekspor Konsentrat

Namun, menurut Marwan, terbitnya aturan ini menyebabkan kerugian dan hilangnya kesempatan pemerintah memperoleh nilai tambah berlipat-lipat dari kegiatan smelting dalam negeri dan hilangnya kesempatan lapangan kerja bagi jutaan rakyat yang selama ini banyak menganggur.

Menurut dia, ketentuan relaksasi ekspor mineral tersebut mengurangi kesempatan negara meningkatkan berbagai aspek terkait dengan ekonomi dan keuangan, antara lain berupa PDB, PDRB, penerimaan pajak, investasi luar negeri, perputaran kegiatan ekonomi, dan pendapatan masyarakat. Kebijakan relaksasi akan menghambat penyediaan bahan baku industri dalam negeri, yang berakibat terkurasnya devisa melakukan impor.

Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia Jonathan Handoyo menambahkan, pihaknya terus mendata perusahaan-perusahaan smelter yang melaporkan tutup. Belum diumumkan berapa nilai kerugian semua perusahaan yang tutup tersebut akibat terhentinya operasi. “Ada yang masih berurusan dengan pihak bank, ada yang sedang diskusi dengan karyawan sehingga tak ingin bergejolak, ada juga yang belum ingin diumumkan karena go public. Banyak anggota kami punya kendala itu,” katanya.

PT COR Industri Indonesia membantah bahwa perusahaan yang mengoperasikan smelter Ferro Nickel di Kabupaten Morowali tersebut berhenti beroperasi karena merugi. “Sampai saat ini kami masih beroperasi dengan normal,” kata Direktur PT COR Andi Jaya dalam penjelasan tertulisnya kepada Tempo yang diterima pada Jumat, 28 Juli 2017.

Andi menjelaskan, aktivitas smelter berjalan normal bahkan pada 3 Juli 2017 telah mengekspor perdana produk Ferro Nickel atau FeNi sebanyak 7 ribu ton. Karyawan PT COR yang berjumlah sekitar 720 orang, tak termasuk kontraktor, pun bekerja seperti biasa.

Baca: Pemerintah Keluarkan Aturan Baru Ekspor Konsentrat

Itu sebabnya, Andi menyatakan, “Bahwa pemberitaan yang mengatakan bahwa perusahaan kami telah berhenti beroperasi adalah tidak benar dan dapat merugikan serta mengganggu kegiatan operasi Perusahaan.”

Dia pun menyampaikan keberatan karena pernyataan Marwan soal efek kebijakan relaksasi ekspor minerba diterbitkan sebelum PT COR dimintai konfirmasi. “Perlu kami sampaikan juga bahwa kami tidak pernah diminta konfirmasi, baik oleh penulis maupun narasumber penulis berita ini, terkait kebenaran berita tersebut sebagaimana yang diamanatkan dalam Kode Etik Tempo nomor 2 yaitu tentang verifikasi dan keberimbangan berita,” ujar Andi.

Catatan:
Berita di atas sudah dilakukan penyempurnaan sesuai dengan penjelasan PT COR Industri Indonesia yang disampaikan secara tertulis kepada Tempo pada Jumat, 28 Juli 2017. Terima kasih atas penjelasannya.

DESTRIANITA

Berita terkait

Rektor UPN Veteran Yogyakarta: Jumlah Pendaftar Prodi Teknik Pertambangan Naik 3 Kali Lipat

16 jam lalu

Rektor UPN Veteran Yogyakarta: Jumlah Pendaftar Prodi Teknik Pertambangan Naik 3 Kali Lipat

Rektor UPN Veteran Yogyakarta Irhas Effendi menyebut ada fenomena cukup menarik dari para peserta UTBK SNBT 2024 di kampusnya.

Baca Selengkapnya

LPDP Buka Beasiswa Prioritas ke NEU, CSU dan UST untuk Bidang Pertambangan

4 hari lalu

LPDP Buka Beasiswa Prioritas ke NEU, CSU dan UST untuk Bidang Pertambangan

Tujuan beasiswa LPDP ini untuk mencetak tenaga kerja untuk memenuhi program hilirisasi industri berbasis tambang mineral di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Hari Bumi dan Hari Kartini, Petani Kendeng Ungkit Kerusakan Karst yang Memicu Banjir

6 hari lalu

Hari Bumi dan Hari Kartini, Petani Kendeng Ungkit Kerusakan Karst yang Memicu Banjir

Kelompak masyarakat peduli Pegunungan Kendeng memgangkat isu kerusakan lingkungan pada Hari Bumi dan Hari Kartini/

Baca Selengkapnya

10 Perusahaan Timah Terbesar di Dunia, Ada PT Timah

8 hari lalu

10 Perusahaan Timah Terbesar di Dunia, Ada PT Timah

Berikut ini deretan perusahaan timah terbesar di dunia berdasarkan jumlah produksinya pada 2023, didominasi oleh pabrik Cina.

Baca Selengkapnya

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

24 hari lalu

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

Jaringan Advokasi Tambang melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, apa penyebabnya?

Baca Selengkapnya

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

25 hari lalu

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

Kasus dugaan korupsi di PT Timah, yang melibatkan 16 tersangka, diduga merugikan negara sampai Rp271 triliun. Terbesar akibat kerusakan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Ramai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya

25 hari lalu

Ramai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya

Pergerakan saham PT Timah Tbk. atau TINS terpantau berfluktuatif usai terkuaknya kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP. Begini analisisnya.

Baca Selengkapnya

Kasus Harvey Moeis Korupsi Timah, Peran Lobi-Lobi hingga Membeli Barang Mewah Miliaran

26 hari lalu

Kasus Harvey Moeis Korupsi Timah, Peran Lobi-Lobi hingga Membeli Barang Mewah Miliaran

Pada Kamis, 4 April 2024, istri Harvey Moeis, selebriti Sandra Dewi mendatangi Kejaksaan Agung untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi

Baca Selengkapnya

Istana Buka Suara soal Luhut Disebut Tak Setuju Revisi PP Minerba Usul Bahlil

27 hari lalu

Istana Buka Suara soal Luhut Disebut Tak Setuju Revisi PP Minerba Usul Bahlil

Menteri Sekretaris Negara Pratikno tak menampik soal posisi Luhut yang tidak setuju.

Baca Selengkapnya

Sengkarut Korupsi Rp 271 Triliun di PT Timah Tbk, Begini Awal Mula Berdiri BUMN Pertambangan Timah

27 hari lalu

Sengkarut Korupsi Rp 271 Triliun di PT Timah Tbk, Begini Awal Mula Berdiri BUMN Pertambangan Timah

PT Timah Tbk terbelit kasus korupsi hingga Rp 271 triliun. Begini profil perusahaan BUMN pertambangan timah yang telah didirikan sejak 1976.

Baca Selengkapnya