TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memperpanjang pelaksanaan ekspor konsentrat yang telah berakhir Kamis, 12 Januari 2017. Persyaratan baru ditetapkan untuk mendapatkan izin ekspor.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignatius Jonan mengatakan hanya pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang bisa mendapatkan rekomendasi ekspor konsentrat. "Dengan syarat bersedia membangun smelter," kata dia di kantornya, Jakarta, Kamis, 12 Januari. Jika tidak membangun smelter sendiri, perusahaan diizinkan bekerja sama dengan perusahaan yang sudah memiliki smelter.
Baca : Kepastian Perpanjangan Kontrak Freeport, Ini Kata Arcandra
Pemegang IUP dan IUPK harus membuat pernyataan kesediaan membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun. Setiap enam bulan, pembangunan smelter akan dievaluasi. Perusahaan harus memenuhi minimal 90 persen persyaratan pembangunan yang ditetapkan.
Jonan mengatakan pemerintah akan membentuk tim pengawas pembangunan smelter tersebut. "Jika setiap evaluasi syaratnya tidak terpenuhi, rekomendasi ekspor akan kami cabut," kata dia.
Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara (Minerba). Adapun PP ini adalah produk hasil revisi keempat Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Berdasarkan hasil revisi, kontrak kerja (KK) tidak lagi berhak mengekspor konsentrat kecuali berubah menjadi IUPK. Namun KK masih bisa mengekspor hasil mineral yang sudah diolah dan dimurnikan di dalam negeri.
Baca : Asosiasi Smelter Usul Konsentrat Freeport Diolah Swasta
Direktur Jenderal Minerba Bambang Gatot mengatakan jumlah ekspor akan tetap dibatasi. "Yang penting suplai ke dalam negeri harus tetap dipenuhi dulu," katanya.
Bambang mengatakan batasan jumlah ekspor masih dibahas. Begitu pula dengan harga patokan ekspor. Peraturan Menteri akan menjadi payung hukum aturan tersebut.
VINDRY FLORENTIN