Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) berbincang dengan Menteri BUMN Rini Soemarno (tengah) dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kanan) sebelum mengikuti rapat terbatas tentang Persiapan Penyelenggaraan Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018 di Kantor Presiden, Jakarta, 3 Mei 2017. Pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank akan berlangsung pada 12-14 Oktober 2018 mendatang di Nusa Dua, Bali. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani baru saja meluncurkan aturan tentang laporan data nasabah dengan saldo di rekening paling sedikit Rp 200 juta. Kewajiban pelaporan tersebut bagi rekening keuangan yang dimiliki oleh orang pribadi.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Umum Nasional Kartika Wirjoatmodjo mengatakan sejak perpu dikeluarkan awal tahun lalu, pihaknya kerap mendapat pertanyaan dari nasabah. "Banyak nasabah yang agak tenang setelah diberi tahu data yang bakal disetor ke pemerintah merupakan data saldo di akhir tahun saja, bukan data mutasi," kata dia, Selasa, 6 Juni 2017.
Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, Ditjen Pajak bakal memiliki akses untuk melihat data industri keuangan. Selain itu, beleid batasan saldo dan berbagai tata cara pengumpulan data disematkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2017. Kedua produk hukum tersebut diperuntukkan guna menyambut pertukaran informasi pajak dunia yang sudah dimulai tahun ini.
Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan batasan minimal pemilik rekening bank dengan saldo Rp 200 juta sudah dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. “Batasan Rp 200 juta digunakan sebagai tanda kepatuhan pajak semata,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan pada prinsipnya tak perlu ada yang ditakutkan jika memang para nasabah tak melakukan penggelapan pajak. Dia tak menampik membatasi saldo minimal Rp 200 juta memang tak sesuai dengan standar kebijakan AEoi yang dipatok US$ 250 ribu atau Rp 3,3 miliar. Walhasil, menelisik rekening orang dalam negeri memang jadi agenda sisipan dalam upaya meningkatkan ratio pajak yang terus betah di angka 11 persen.
Pemerintah mengklaim kebijakan mengintip rekening nasabah sudah adil. Seluruh industri keuangan di dalam dan di luar pengawasan Otoritas Jasa Keuangan jadi obyek pengawasan otoritas pajak. Asas internasional, kata Sri Mulyani, tetap dipegang teguh. Semua nasabah luar negeri yang ada di Indonesia tak satu pun bakal lepas dari pelaporan.