TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengklarifikasi sehubungan dengan beredarnya pesan berantai (broadcast message) beberapa hari terakhir tentang penjualan properti seperti rumah, toko, atau tanah yang harus melalui validasi pajak.
Adapun validasi yang disebutkan dalam pesan tersebut mencakup apakah aset yang dijual tercantum dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh) atau pada surat pernyataan harta (SPH) dalam program pengampunan pajak atau tax amnesty.
"Informasi yang beredar melalui instant messenger seperti yang dimaksud di atas tidak benar," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama dalam keterangan tertulis, Jumat, 7 April 2017.
Yoga menyampaikan orang pribadi atau badan yang mendapatkan penghasilan dari penjualan properti memiliki kewajiban menyetorkan pajak penghasilan terutang sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016.
Pejabat yang berwenang, seperti pejabat pembuat akta tanah (PPAT) atau pejabat lelang, kata Yoga, hanya dapat menandatangani akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak jika kewajiban pembayaran pajak penghasilan terkait dengan pengalihan harta tersebut telah dilunasi dan divalidasi kantor pelayanan pajak.
"Hingga saat ini, tidak terdapat persyaratan atau ketentuan tanah/dan atau bangunan itu harus sudah dilaporkan pada SPT tahunan atau telah diungkapkan dalam tax amnesty," katanya.
Sebelumnya, ramai beredar broadcast message di sejumlah layanan pesan instan, seperti WhatsApp dan BBM, yang mengingatkan masyarakat berhati-hati saat menjual rumah, tanah, ruko, dan aset properti lain. Sebab, aset itu disebutkan harus tercatat dalam SPT tahunan PPh pemilik atau telah dilaporkan dalam tax amnesty.
Dalam pesan itu juga disebutkan jika harta itu tidak tercantum dalam SPT atau tax amnesty maka pajak properti itu tidak dapat divalidasi atau menyebabkan pembatalan transaksi jual beli.