Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan di akhir 2016, ditutup menguat 15,32 persen dibandingkan Januari 2016 di level 5.297. Tempo/Destrianita
TEMPO.CO, Jakarta - PT Bahana Sekuritas meyakini keriuhan politik di Jakarta tak terlalu mempengaruhi pergerakan pasar khususnya indeks harga saham gabungan atau IHSG. Bahana meyakini indeks bisa mencapai level 6.000 di tahun ini, mengingat saat ini indeks bergerak di kisaran 5,555.
"Kondisi fundamental ekonomi Indonesia semakin kuat, dan bila pemerintah mempercepat belanja infrastruktur di tahun ini, diperkirakan level 6.000 bisa dicapai sebelum akhir tahun ini," kutip dari siaran pers Bahana Sekuritas, Kamis 23 Maret 2017.
Perusahaan sekuritas pelat merah ini mengungkapkan ada sejumlah katalis yang mendukung hal tersebut, seperti kemungkinan Indonesia mendapatkan rating investment grade dari lembaga pemeringkat Standard & Poors. Lalu stabilnya nilai tukar terhadap dolar dalam beberapa bulan terakhir ini, meski the Fed menaikkan suku bunga acuannya sebesar 0,25 persen di bulan ini.
Bahana juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di sekitar 5,3 persen di tahun ini, dengan angka inflasi berada di kisaran 4 persen meski diperkirakan ada tekanan harga. Masih positifnya harga komoditas global menjadi penolong untuk meningkatkan pendapatan petani, yang pada akhirnya hal ini akan memberi support bagi pertumbuhan ekonomi.
Neraca transaksi berjalan diperkirakan defisit sekitar 2,1 persen pada akhir tahun dan cadangan devisa Indonesia masih akan stabil kuat dikisaran US$ 120 miliar.
Bahana menyarankan beberapa saham emiten yang masih layak dikoleksi di antaranya saham otomotif seperti Astra International (ASII), saham komoditas diantaranya United Tractor (UNTR), AKR Corporindo (AKRA), saham retail termasuk Mitra Adiperkasa (MAPI) dan saham konstruksi seperti Adhi Karya (ADHI)
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.