Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo di Jakarta, mengatakan sentimen positif dari bank sentral AS (The Fed) yang mempertahankan suku bunga, serta langkah Bank Indonesia yang memangkas suku bunga tergerus oleh sentimen harga minyak mentah dunia. TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia memprediksi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed Funds Rate) tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Jadi, saat ini, tidak ada kekhawatiran adanya arus dana modal asing keluar Indonesia.
"Sekarang masih banyak ketidakpastian, jadi masih menunggu. Diperkirakan (Fed Funds Rate) paling cepat naik Juni nanti," ucap Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung di kompleks kantornya, Thamrin, Jakarta, Jumat, 27 Januari 2017.
Jika FFR benar mengalami kenaikan, Juda memprediksi tidak terlalu tinggi atau sekitar 25 basis poin (bps). BI pun memperkirakan kenaikan FFR tahun ini hanya akan terjadi dua kali.
Dalam jangka panjang, tutur Juda, Indonesia tak perlu khawatir pembalikan arus modal atau capital reversal terjadi pada waktu mendatang. "Risiko itu memang ada di emerging market. Tapi, kalau dilihat di antara negara emerging, kita yang paling positif."
Menurut Juda, Indonesia boleh percaya diri termasuk dalam kategori kuat jika dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi dan stabilitas makroekonomi lain.
Dia membandingkan, kondisi saat ini berbeda dengan krisis ekonomi pada 2013. Ketika itu, defisit neraca transaksi berjalan (CAD) mencapai 4 persen, sedangkan saat ini jauh menurun atau diprediksi mendekati 1,8 persen.
Selain itu, Juda mengatakan karakteristik investor Indonesia banyak yang berorientasi pada investasi jangka panjang, sehingga tidak banyak bergantung serta terpengaruh gejolak nilai tukar rupiah dan suku bunga jangka pendek. "Mereka real money investor. Yang dilihat lebih ke kondisi fundamental ekonominya."