Punya Server di Indonesia, Google Harus Bayar Pajak
Editor
Setiawan Adiwijaya
Selasa, 10 Januari 2017 17:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah meminta Google Asia Pacific Pte. Ltd., perusahaan induk Google Indonesia, untuk segera menyepakati pembayaran pajaknya sesuai ketentuan. Dengan memiliki entitas fisik di Indonesia, Google merupakan bentuk usaha tetap (BUT) yang harus membayar pajak.
"Kami sudah tidak main kesepakatan. Yang kami ingin adalah berapa you punya penghasilan. Kalau BUT, jelas BUT dia, tidak bisa ditawar lagi," kata Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 10 Januari 2017.
Baca: AirAsia Buka Harga Promo untuk 3 Rute Baru Ini
Haniv berujar, untuk menetapkan Google sebagai BUT, Ditjen Pajak telah menerjunkan tim investigasi untuk memeriksa proses bisnis perusahaan teknologi tersebut di Indonesia. "Mereka ini punya server di Indonesia dan itu ratusan. Itu ditempatkan di Jakarta, di seluruh Indonesia."
Dengan adanya instalasi fisik yang dimilikinya di Indonesia, Google merupakan BUT yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. "Server itu apa kalau bukan fisik? Apa definisi BUT? BUT kan ada kehadiran fisik. Dengan ketentuan yang lama, sudah cukup bagi kita menetapkan dia sebagai BUT," kata Haniv.
Baca Juga: Negosiasi Pajak Google Mentok, Ini Kata Dirjen Pajak
Pada 2016, kesepakatan negosiasi pajak antara Ditjen Pajak dengan Google buntu. Google tidak mau membayar pajak karena merasa total tagihan hanya mencapai Rp 337,5-405 miliar. Ditjen Pajak menghitung, penghasilan Google pada 2015 mencapai Rp 6 triliun dengan penalti Rp 3 triliun.
Ditjen Pajak sempat bersedia memberikan keringanan tarif Rp 1-2 triliun. Namun, Google tak sepakat. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv pun berujar, dengan tidak sepakatnya Google dengan Ditjen Pajak, pemeriksaan bukti permulaan dilanjutkan.
Ditjen Pajak meminta Google segera menyerahkan data-data elektronik yang mendukung laporan keuangan mereka. Namun, Ditjen Pajak tidak menetapkan batas waktu penyerahan dokumen dari Google tersebut karena masih dalam proses pemeriksaan bukti permulaan.
Menurut Haniv, apabila Google tak kunjung menyerahkan data-data elektronik terkait penghasilannya di Indonesia, Ditjen Pajak akan meningkatkan kasus tersebut ke tingkat penyidikan dan mengenakan denda kepada Google sebesar 400 persen.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan saat ini Direktorat Jenderal Pajak sedang melakukan proses penghitungan finalisasi pajak yang harus dibayar oleh penyedia layanan mesin pencarian Internet, Google. Menurut Sri Mulyani, proses penghitungan itu akan mencapai kesepakatan hingga akhir 2016.
"Dari sisi penghitungan, dilakukan oleh tim kami, dan perusahaan mereka sendiri. Tentu sampai akhir tahun ini kami berharap pasti ada kesepakatan untuk angka tetap berapa jumlah utang pajak yang harus mereka bayar," ujar Sri Mulyani saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta Selatan, Kamis, 24 November.
Dari penghitungan pajak Google, Sri Mulyani menegaskan akan menyisir seluruh perusahaan media sosial yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia, karena mereka merupakan subyek pajak, dan memiliki obyek yang dipajaki, yakni penghasilan yang mereka peroleh, seperti Facebook.
Simak: Tekan Dwelling Time Jadi 2 Hari, Ini 3 Langkah INSW
"Bagi kami, perusahaan apa pun yang memiliki aktivitas dan memiliki obyek pajak, harus memiliki suatu entitas dalam negeri. Maka, mereka menjadi subyek dan patuh terhadap undang-undang di Indonesia," kata Sri Mulyani.
ANGELINA ANJAR SAWITRI|DESTRIANITA