Menkeu Sri Mulyani memberiksan paparan disaksikan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo (kanan) dan Jaksa Agung M Prasetyo (tengah) disela menghadiri acara pembukaan Rapat koordinasi bersama sejumlah kementerian/lembaga membahas tata laksana benda sitaan dan barang rampasan negara di Jakarta, 21 November 2016. Rakor tersebut digelar untuk meningkatkan koordinasi dalam rangka pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi tentang tata kelola benda sitaan dan barang rampasan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan alasan tentang status Handang Soekarno, Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Penegakan Hukum, yang belum dipecat dari kepegawaian Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan meski telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara korupsi.
Menurut Sri Mulyani, karena Handang berstasus PNS, penetapan statusnya harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. "Kami harus taat undang-undang karena keputusan kami dapat dianulir," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 28 November 2016.
Dalam Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyebutkan PNS dapat diberhentikan tidak hormat karena memenuhi empat unsur, yakni melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Lalu, dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum dan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Selain itu, pemecatan PNS harus memenuhi atau dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana.
Sri Mulyani mengatakan pihaknya juga mempertimbangkan secara detail untuk memberikan reward atau punishment sesuai dengan apa yang mereka lakukan. "Antara insentif dan punishment yang punya jabatan, saya tak pernah segan untuk mencopot. Namun, kalau nanti saya mendengar dari KPK bahwa ini (korupsi) adalah sistem dalam unit, saya tak segan untuk ini," katanya.