Pekerja melakukan pemeriksaan tulang beton sebuah gedung bertingkat yang sedang dibangun, di Tangerang, Banten, Sabtu (4/4). Pemerintah akan menerbitkan Samurai Bond senilai 1,5 miliar dolar AS pada Juni tahun ini. ANTARA/Paramayuda
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan berhasil menerbitkan Surat Utang Negara berdenominasi yen (Samurai Bonds) tanpa jaminan dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan keberhasilan ini bentuk kepercayaan Jepang kepada Indonesia.
"Ini akan terus dijaga. Kami tak mau dibilang hanya datang saat butuh saja," kata Suahasil di Kementerian Keuangan, Kamis, 20 Oktober 2016.
Pada Juni 2016, pemerintah menjual Samurai Bonds senilai 100 miliar yen atau sekitar Rp 12,5 triliun. Dua seri Samurai Bonds yang dikeluarkan, yaitu RIJPY0619 dan RIJPY0621.
Detailnya, nominal yang diterbitkan untuk seri RIJPY0619 adalah 62 miliar yen dan dengan tingkat kupon sebesar 0,83 persen. Tenor seri itu sepanjang tiga tahun atau jatuh tempo pada 21 Juni 2019. Pada seri RIJPY0621, nominalnya adalah 38 miliar yen, dengan tingkat kupon sebesar 1,16 persen. Dengan tenor lima tahun, seri tersebut akan jatuh tempo pada 21 Juni 2021.
CEO JBIC Tadashi Maeda mengatakan telah memberi jaminan garansi samurai bonds kepada Indonesia sebanyak lima kali. Maksimal garansi, yaitu sebesar 95 persen.
Menurut Maeda, Pemerintah Indonesia kemudian menurunkan porsi Samurai Bonds yang diberikan garansi dari JBIC dari semula 10 tahun, sekarang menjadi 3,5, dan 10 tahun. Akhirnya, Indonesia berani menerbitkan Samurai Bonds tanpa garansi dari JBIC. "Itu bisa dikatakan lulus dari kami," kata dia.
Selain mengakuisisi Samurai Bonds, Jepang juga membiayai proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Tanjung Priok di Jakarta Utara yang dibangun PT PLN (Persero). Pembangkit gas alam tersebut berkekuatan 800 megawatt dengan nilai proyek US$ 437 juta.
Jepang mendanai pembangkit listrik tenaga gas dan uap lontar di Banten serta tertarik membangun PLTU Jawa 1. Pembiayaan proyek PLTGU Tanjung Priok dilakukan lewat skema kerja sama swasta (public private partnership) tanpa jaminan dari pemerintah Indonesia. JBIC mendanai US$ 310 juta berasal dari sindikasi bank yang dipimpinnya. Sisa dana lainnya ditopang oleh PLN.
"Ini kedua kalinya pembiayaan yang kami lakukan tanpa jaminan pemerintah Indonesia," kata Maeda.
Menurut Maeda, pinjaman tanpa jaminan belum tentu meningkatkan risiko pembiayaan. Mereka lebih leluasa masuk ke Indonesia dibandingkan dengan jaminan. JBIC belajar dari pengalaman kekalahan saat bersaing dalam pendanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Saat itu, Indonesia lebih tertarik pada tawaran pinjaman Cina karena tanpa skema jaminan. "Saat itu, tawaran kami lebih murah secara cost, tapi kami bersikeras minta jaminan."