ADB Revisi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia  

Reporter

Kamis, 25 September 2014 16:59 WIB

Gedung-gedung pencakar langit di pusat kota Jakarta, 11 Juli 2014. Pertumbuhan gedung pencakar langit di DKI Jakarta mencapai 87,5% hanya dalam jangka waktu 3 tahun, tepatnya dalam periode 2009-2012. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Bank Pembangunan Asia (ADB) merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 dan 2015. Semula, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini diramalkan sebesar 5,7 persen. Namun angka tersebut lalu dipangkas menjadi 5,3 persen. (Baca : ADB: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,7 Persen).

Untuk tahun depan, ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi hanya 5,8 persen--lebih rendah dibanding prediksi sebelumnya, yaitu 6 persen. Pertumbuhan ekonomi lesu, menurut Deputy Country Director ADB Edimon Ginting, karena pemerintah melarang ekspor bijih mineral mentah dan kondisi moneter lebih ketat. "Akibatnya terjadi penurunan ekspor," katanya di Jakarta, Kamis, 25 September 2014. (Baca : ADB Prediksi Inflasi Akhir Tahun 4,8 persen)

Pada paruh pertama 2014, pertumbuhan PDB melambat menjadi 5,2 persen. Angka ini, kata Edimon, merupakan tingkat pertumbuhan yang paling lambat sejak 2009. Hal ini terjadi setelah Bank Indonesia menaikkan suku bunga tahun lalu untuk membatasi permintaan dalam negeri, mengendalikan inflasi, dan mengatasi defisit transaksi berjalan. "Perlambatan ini jauh lebih tajam daripada perkiraan, terutama karena melemahnya ekspor ke sejumlah pasar utama yang pertumbuhan ekonominya di bawah harapan," kata Edimon. (Baca : ADB: Asia Akan Pimpin Perekonomian Global)

Ekspor barang turun 2,3 persen pada paruh pertama. Begitu pula impor, yang turun 4,4 persen dengan penurunan terbesar pada bahan mentah dan barang modal. Surplus perdagangan pada paruh pertama meningkat hampir 3 kali lipat jika dibanding tahun 2013 menjadi Rp 2,9 miliar. Defisit perdagangan jasa dan neraca pendapatan menghasilkan defisit transaksi berjalan sebesar US$ 13,3 miliar atau setara dengan 3,1 persen dari PDB.

Untuk menambah pertumbuhan ekonomi 0,5 persen pada 2015, menurut Edimon, pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla harus mereformasi kebijakan. Tujuannya adalah memperbaiki iklim investasi dan birokrasi serta mempercepat pembangunan infrastruktur.

TRI ARTINING PUTRI

Berita Terpopuler
Wartawati Tempo Dilecehkan Simpatisan FPI
FPI Minta Ahok Jaga Mulut
Soal Gantung Diri di Monas, Anas: Siapa Bilang?
Adnan Buyung: Jaksa Penuntut Anas Bodoh
6 Orang Mati, Vonis Anas, dan Skandal Hambalang

Berita terkait

Rangkuman Poin Kehadiran Sri Mulyani di Forum IMF-World Bank

7 jam lalu

Rangkuman Poin Kehadiran Sri Mulyani di Forum IMF-World Bank

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan terdapat tiga hal utama dari pertemuan tersebut, yaitu outlook dan risiko ekonomi global.

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

10 jam lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

Bank Indonesia: Pertumbuhan Ekonomi Berdaya di Tengah Gejolak Global

4 hari lalu

Bank Indonesia: Pertumbuhan Ekonomi Berdaya di Tengah Gejolak Global

Bank Indonesia prediksi pertumbuhan ekonomi dalam kisaran 4,7 hingga 5,5 persen. Masih berdaya di tengah gejolak global.

Baca Selengkapnya

Pasar Keuangan Global Kian Tak Pasti, BI Perkuat Bauran Kebijakan Moneter

4 hari lalu

Pasar Keuangan Global Kian Tak Pasti, BI Perkuat Bauran Kebijakan Moneter

BI memperkuat bauran kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Prabowo-Gibran Diharap Percepat Pertumbuhan Ekonomi, Tanggal Pendaftaran CPNS 2024

4 hari lalu

Terpopuler: Prabowo-Gibran Diharap Percepat Pertumbuhan Ekonomi, Tanggal Pendaftaran CPNS 2024

Berita terpopuler: Prabowo-Gibran diharap bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi usai dilantik, pendaftaran CPNS 2024 dibuka.

Baca Selengkapnya

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

6 hari lalu

Rektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel

Didik mengingatkan agar pemerintah tidak menganggap enteng konflik Iran-Israel. Kebijakan fiskal dan moneter tak boleh menambah tekanan inflasi.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Bertemu Managing Director IFC, Apa Saja yang Dibicarakan?

6 hari lalu

Sri Mulyani Bertemu Managing Director IFC, Apa Saja yang Dibicarakan?

Sri Mulyani melakukan pertemuan bilateral dengan Managing Director IFC Makhtar Diop di Washington DC, Amerika Serikat. Apa saja yang dibicarakan?

Baca Selengkapnya

Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan

7 hari lalu

Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan

Sri Mulyani menekankan pentingnya peningkatan kualitas SDM, baik pada bidang pendidikan maupun kesehatan sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca Selengkapnya

Konflik Iran-Israel, Ekonomi Indonesia Terancam Turun di Bawah 5 Persen

8 hari lalu

Konflik Iran-Israel, Ekonomi Indonesia Terancam Turun di Bawah 5 Persen

Pertumbuhan ekonomi Indonesia terancam turun menjadi di bawah 5 persen karena dampak konflik Iran-Israel.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ingatkan Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

10 hari lalu

Ekonom Ingatkan Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Ekonom sekaligus Pendiri Indef Didik J. Rachbini mengingatkan pemerintah Indonesia, termasuk Presiden terpilih dalam Pilpres 2024, untuk mengantisipasi dampak konflik Iran dengan Israel.

Baca Selengkapnya