"Pelaku pasar berharap laju inflasi bisa terkendali di level 6-6,5 persen, bahkan semula di kisaran 5,5-6 persen," kata Akhmad kemarin. Nyatanya, Badan Pusat Statistik melaporkan inflasi sepanjang 2010 sebesar 6,96 persen.
Faktor penekan bursa lainnya, kata Akhmad, adalah kekecewaan pelaku pasar terhadap kebijakan Bank Indonesia yang menahan suku bunga acuan (BI Rate) pada level 6,5 persen. Padahal, menurut dia, kebijakan bank sentral sudah tepat. "BI Rate cukup menarik. Kalau terlalu tinggi, yang masuk justru hot money," tuturnya. Apalagi kenaikan suku bunga acuan berpotensi mengangkat suku bunga kredit otomotif dan perumahan.
Akhmad optimistis pasar bisa bangkit karena Amerika Serikat sedang dibelit persoalan fiskal. "Jadi, uangnya investor mau ditaruh di mana lagi kalau tidak di pasar berkembang, salah satunya ya di Indonesia," kata dia.
Saat ini total utang Amerika Serikat US$ 12 triliun. Jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) yang sebesar US$ 14,5 triliun, rasio utang terhadap PDB Amerika 82,7 persen, di atas batas aman 30 persen.
Krisis utang juga gentayangan di Eropa. Dua negara Eropa, yakni Yunani dan Irlandia, sudah meminta dana talangan kepada Uni Eropa dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Menteri Keuangan Agus Martowardojo juga mengaku tidak cemas atas anjloknya indeks selama sepekan terakhir. Ia yakin jatuhnya indeks bukan disebabkan oleh pelarian modal asing.
"Tidak apa-apa. Ini kan masih awal tahun, pasti setiap investor punya analisis terhadap kondisi pasar dan portofolio," kata dia seusai rapat ketahanan pangan, Jumat malam lalu.
Agus mengatakan, kalaupun ada investor yang melakukan perubahan strategi, pemerintah akan tetap memperhatikan dan bersikap waspada. "Tapi, secara umum, kondisi masih baik," kata dia.
Apalagi beberapa indikator perekonomian Indonesia masih bagus, termasuk neraca pembayaran pemerintah, fiskal, dan investasi langsung (foreign direct investment).
Agus memandang penyesuaian yang dilakukan pelaku pasar pada awal tahun sebagai hal yang biasa. Pelaku pasar yang tadinya libur pada saat akhir tahun kemudian membuka kegiatan dan sedikit melakukan penyesuaian.
Pada perdagangan Jumat pekan lalu, saham-saham di Bursa Efek Indonesia melemah hampir di setiap sektor. Pelemahan dipicu oleh derasnya aksi jual oleh investor asing.
Sektor tambang dan perkebunan terbenam cukup dalam setelah sempat naik tinggi. Saham pertambangan tertekan 2,48 persen ke posisi 3.373,48, dan saham perkebunan tertekan 3,44 persen ke posisi 2.233,81.
Walhasil, indeks harga saham gabungan ditutup melemah 2,81 persen ke posisi 3.631. Posisi tertinggi selama sepekan diraih pada perdagangan Selasa, saat indeks ditutup pada 3.760. Jika dihitung dari level tersebut, indeks bursa melemah 3,4 persen
IQBAL MUHTAROM | ANTARA | EFRI RITONGA