Buruh Kerap Terjerat Utang, Koalisi Ini Desak Pemerintah Perbaiki Formulasi Upah
Reporter
Han Revanda Putra
Editor
Yohanes Paskalis
Jumat, 25 Oktober 2024 04:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Hidup Layak—forum yang terdiri dari perwakilan sejumlah serikat buruh—menyampaikan empat desakan mengenai kelayakan upah buruh kepada pemerintah. Melalui survei yang digelar pada Agustus-September 2024, koalisi ini mengungkapkan mayoritas buruh terjerat utang dengan berbagai alasan, terutama untuk memenuhi kebutuhan harian
Forum ini meminta pemerintah membuat formulasi kebijakan upah minimum yang berlaku secara nasional. “Dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak dan tanggungan rumah tangga buruh,” begitu bunyi poin pertama, yang dibacakan oleh Juru Bicara Koalisi Hidup Layak, Kokom Komalawati, pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Koalisi ini juga meminta pemerintah mengendalikan harga pada jenis-jenis pengeluaran makan dan non-makan, mulai dari harga bahan bakar minyak, tarif dasar listrik, air, sembako, serta barang urusan publik lainnya. Regulator juga didesak memberikan akses jaminan kesehatan gratis kepada seluruh rakyat, sudah mencakup perbaikan dan peningkatan sarana prasarana fasilitas kesehatan di daerah.
Poin ke-4 menyangkut penyediaan pendidikan murah dan berkualitas. “Dengan memastikan jumlah sekolah yang merata serta menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai,” kata Kokom.
Survei Koalisi Hidup Layak itu mengungkapkan bahwa 200 atau 76 persen dari 257 buruh terjerat utang. Sebanyak 143 responden menyatakan pinjaman itu demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selebihnya, para buruh berutang untuk membeli alat kerja (65 jawaban); membiayai pendidikan anak (54 jawaban), serta biaya sosial seperti khitanan, pernikahan, kematian, dan perayaan hari keagamaan (28 jawaban). Ada juga kebutuhan tempat tinggal (25), untuk biaya kesehatan (21), untuk usaha (16), transfer rumah tangga (8), maupun untuk membayar utang (5).
Ketika memaparkan hasil survei forumnya di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hidup Indonesia (YLBHI), Jakarta, Kokom menyebut upah per bulan rata-rata yang diterima oleh buruh pada 2024 hanya Rp 3,4 juta. Jumlah ini tak sebanding dengan total pengeluaran untuk konsumsi per bulan, yang diperkirakan menembus Rp 9,47 juta. Adapun rata-rata cicilan utang per bulan sekitar Rp 1,65 juta.
"Jelas bahwa teman-teman (buruh) untuk memenuhi kebutuhan hidup saja tidak ter-cover dalam upahnya,” kata Kokom
Sesuai hitungan tersebut, ada defisit sekitar Rp 7,72 juta yang diperlukan buruh untuk memeuhi kebutuhan sehari-hari, sekaligus untuk menambal cicilan. Tiga opsi teratas yang dilakukan buruh, merujuk hasil survei, adalah menambah jam kerja, mengurangi konsumsi, serta berutang kembali.
Rata-rata jumlah utang yang dimiliki oleh 200 narasumbe itu sebesar Rp 19,5 juta, dengan rata-rata cicilan sebesar Rp 1,65 per bulan. Bila memakai nilai median upah sebesar Rp 5,43 juta, tutur Kokom, setiap bulan buruh selalu mengalami defisit Rp 1,92 juta.
“Kekurangan pendapatan ini akan semakin besar jika cicilan utang menjadi prioritas utama rumah tangga buruh,” ucap dia, sesuai hasil survei.
Pilihan Editor: Prabowo Akan Putihkan Utang 6 Juta Petani dan Nelayan, Ini Respons Manajemen BSI dan BTN