Anggota Komisi IX DPR Cecar Dirut BPJS Kesehatan soal KRIS: Akal-akalan untuk Akomodir Asuransi Swasta

Reporter

Annisa Febiola

Editor

Grace gandhi

Kamis, 6 Juni 2024 15:46 WIB

Irma Suryani. antaranews.com

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Nasdem, Irma Suryani, mempertanyakan asas keadilan dalam rencana implementasi sistem Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan.

Menurut Irma, sistem KRIS ini makin menyusahkan rakyat dan merupakan akal-akalan pemerintah untuk mengakomodir asuransi swasta. Sistem ini, kata Irma, akan memaksa masyarakat untuk mengeluarkan lebih banyak uang atau out of pocket. Dia menuding sistem ini hanya akal-akalan untuk mengakomodir asuransi swasta.

"Jadi kalau mau bilang mau mengakomodir asuransi swasta, bilang terus terang, jangan ngakal-ngakalin kayak gini. Rakyat sekarang bertanya-tanya ke Komisi IX, kelas standar yang seperti apa."

Irma menekankan konstitusi telah mengamanatkan bahwa iuran BPJS harus berlandaskan asas keadilan.

"KRIS ini tidak punya itu. Berarti, KRIS tidak sesuai dengan amanat konstitusi. Mesti dilihat dulu, jangan cuma Peraturan Presiden dan lain-lainnya. Jangan main-main dengan amanat konstitusi. Ubah dulu konstitusinya kalau Bapak mau menggunakan undang-undang yang lain, karena undang-undang yang lain itu di bawah amanat konstitusi," kata Irma kepada Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Senayan pada Kamis, 6 Juni 2024.

Advertising
Advertising

Iram juga menyoroti perihal iuran di dalam sistem KRIS. Kesamaan besaran iuran untuk semua kelas, kata Irma, akan berimbas pada naiknya iuran bagi peserta BPJS Kesehatan kelas III. Dia mengingatkan, mayoritas rakyat Indonesia menggunakan BPJS kelas III, jauh lebih besar dari yang kelas I dan II.

"Kemudian yang juga harus diperhatikan, peserta BPJS yang aktif itu paling besar 70 persen, 30 persen ke atasnya masih nonaktif. Bagaimana bisa BPJS menangani masalah-masalah yang timbul akibat KRIS ini?" tutur Irma.

Selanjutnya: Selain itu, Irma juga mengeluhkan nihilnya kajian akademis sistem KRIS....

<!--more-->

Selain itu, Irma juga mengeluhkan nihilnya kajian akademis sistem KRIS yang diserahkan BPJS Kesehatan kepada Komisi IX DPR. Namun, tiba-tiba rencana implementasinya sudah disebarluaskan ke publik.

"Kajiannya tidak pernah kami terima, sehingga kami bisa menelaah lebih jauh, persetujuannya akan kami berikan atau tidak. Ini menurut saya akal-akalan. Jangan kebiasaan ngakal-ngakalin peraturan, pak," ujarnya.

Anggota DPR Dapil Sumatera Selatan II ini juga mempertanyakan kesiapan rumah sakit. Di dapilnya sendiri, belum ada rumah sakit yang siap untuk menjalankan sistem KRIS.

"Wong rumah sakit juga belum siap. Kami ini di daerah, punya Dapil dan kami tahu persis apa yang terjadi di Dapil kami. Dengan 12 kamar saja tidak tertampung, banyak sekali masyarakat yang tidak bisa masuk rumah sakit, rawat inap. Mikir gak, sih? 12 aja gak tertampung, gimana 4. Jadi, jangan gampang-gampangin."

Menurut dia, dari segi alat kesehatan (alkes) hingga sumber daya manusia (SDM) juga belum siap. "Jangan dikira kami setuju-setuju saja dengan ini. Orang rumah sakitnya belum diberesin kok, alkesnya juga belum cukup, SDM-nya juga belum ada. Emangnya spesialis kita sudah cukup? Kita saja masih kekurangan spesialis."

Harusnya, kata Irma, yang dipikirkan pertama kali oleh pemerintah adalah bagaimana BPJS Kesehatan tidak rugi, tapi pelayanannya prima. "Saya yakin ini nanti kelas III pasti naik. Di mana asas keadilannya? Ini nyusahin rakyat, lho Pak. Kalau mau kongkalikong dengan asuransi swasta, ya jangan pakai banyak program-program seperti inilah."

Irma melanjutkan, perekonomian rakyat saat ini sulit, angka pengangguran juga tinggi. Kemudian, masyarakat dibebani pula dengan sistem KRIS dengan rencana rawat inap satu iuran, sehingga berpotensi naiknya iuran kelas III.

Selanjutnya: Irma menekankan, pemerintah jangan terlalu membebani masyarakat....

<!--more-->

Irma menekankan, pemerintah jangan terlalu membebani masyarakat, karena sudah banyak beban yang mesti ditanggung. "Masyarakat sudah terlalu sakit. Belum Tapera lagi sekarang. Iuran BPJS Kesehatan 1 persen, iuran BPJS Ketenagakerjaan 2 persen, Tapera 3 persen. Sudah 6 persen, lho, beban masyarakat, ditambah lagi dengan out of pocket melalui program KRIS ini. Mbok mikir, gitu, lho," tutur Irma.

Irma mewanti-wanti agar berhati-hati untuk memberikan persetujuan terhadap sistem KRIS.

Presiden Joko Widodo satau Jokowi sebelumnya resmi menghapus sistem kelas 1, 2, 3 dalam layanan BPJS Kesehatan dan beralih ke sistem KRIS paling lambat 30 Juni 2025. Kebijakan ini dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Keputusan ini ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Pasal 1 ayat 4B dalam Perpres tersebut menegaskan, KRIS adalah standar minimum pelayanan rawat inap yang diterima oleh peserta.

Dalam jangka waktu sebelum tanggal 30 Juni 2025, rumah sakit dapat menyelenggarakan sebagian atau seluruh pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS sesuai dengan kemampuan rumah sakit.

"Saya kira kita harus benar-benar hati-hati ya untuk bisa memberikan persetujuan terhadap KRIS ini. Kalau belum siap, lebih baik jangan dilaksanakan," kata Irma.

ANNISA FEBIOLA | DANIEL A. FAJRI

Pilihan Editor: Deretan Klaim Para Pejabat soal IKN Akan Berjalan Mulus Usai Ditinggal Kepala Otorita

Berita terkait

Kadin Kisruh, Lewat Munaslub Anindya Bakrie Geser Arsjad Rasjid dari Ketua Umum Kadin

7 jam lalu

Kadin Kisruh, Lewat Munaslub Anindya Bakrie Geser Arsjad Rasjid dari Ketua Umum Kadin

Arsjad Rasjid dilengserkan dari posisinya sebagai Ketua Umum Kadin, Diganti Anindya bakrie lewat Munaslub Kadin. Ada kaitannya sebagai TPN Ganjar?

Baca Selengkapnya

Calon Tunggal Pilkada di Dharmasraya Kerabat Presiden Jokowi

7 jam lalu

Calon Tunggal Pilkada di Dharmasraya Kerabat Presiden Jokowi

KPU tetap menolak pesaing calon tunggal di Dharmasraya. Beberapa daerah lain sempat kesulitan mendapat tiket untuk mendaftar pilkada

Baca Selengkapnya

KontraS dan Ikapri Soroti 40 Tahun Peristiwa Pelanggaran Berat HAM Tanjung Priok 1984

8 jam lalu

KontraS dan Ikapri Soroti 40 Tahun Peristiwa Pelanggaran Berat HAM Tanjung Priok 1984

KontraS dan Ikapri minta Presiden Joko Widodo untuk membangun memorialisasi peristiwa Tanjung Priok 1984 di ruang publik.

Baca Selengkapnya

Publik Menyoroti Beda Cara KPK Tangani untuk Dugaan Gratifikasi Kaesang dan Anak Rafael Alun

8 jam lalu

Publik Menyoroti Beda Cara KPK Tangani untuk Dugaan Gratifikasi Kaesang dan Anak Rafael Alun

KPK mendapat sorotan publik lantaran dinilai beda penanganan dalam kasus dugaan gratifikasi Kaesang dan anak Rafael Alun.

Baca Selengkapnya

Arsjad Rasjid Didongkel dari Ketua Umum Kadin, Ini Kilas Balik Penetapannya sebagai Ketua TPN Ganjar-Mahfud

9 jam lalu

Arsjad Rasjid Didongkel dari Ketua Umum Kadin, Ini Kilas Balik Penetapannya sebagai Ketua TPN Ganjar-Mahfud

Arsjad Rasjid dilengserkan sebagai Ketua Umum Kadin. Berikut Penetapannya sebagai Ketua Pemenangan Ganjar-Mahfud Md di Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut, Susi Pudjiastuti Menangis di X

12 jam lalu

Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut, Susi Pudjiastuti Menangis di X

Pemerintahan Jokowi membuka kembali ekspor pasir laut setelah 20 tahun ditutup. Mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti menangis di media sosial X.

Baca Selengkapnya

Dualisme Kadin Indonesia: Arsjad Rasjid dan Anindya Bakrie Saling Klaim Paling Sah

13 jam lalu

Dualisme Kadin Indonesia: Arsjad Rasjid dan Anindya Bakrie Saling Klaim Paling Sah

Kadin Indonesia memanas. Pasalnya, penyelenggaraan Munaslub yang menunjuk Anindya Bakrie sebagai Ketua Umum Kadin memicu terjadinya dualisme.

Baca Selengkapnya

Rektor Paramadina Kritik Kebijakan Ekonomi Jokowi: Pembangunan Infrastruktur Ngawur

16 jam lalu

Rektor Paramadina Kritik Kebijakan Ekonomi Jokowi: Pembangunan Infrastruktur Ngawur

Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini kritik kebijakan ekonomi Presiden Jokowi. Pembangunan infrastruktur dinilai ngawur.

Baca Selengkapnya

Indonesia Terjerat Utang Luar Negeri, Rektor Paramadina: Akibat Kebijakan Jokowi, sudah Diperingatkan Faisal Basri

16 jam lalu

Indonesia Terjerat Utang Luar Negeri, Rektor Paramadina: Akibat Kebijakan Jokowi, sudah Diperingatkan Faisal Basri

Rektor Universitas Paramadina menyampaikan masalah utang luar negeri akibat kebijakan Presiden Jokowi.

Baca Selengkapnya

Upaya Berantas Judi Online Senilai Rp 600 Triliun pada Triwulan I 2024, Bentuk Satgas hingga Muncul Inisial T

17 jam lalu

Upaya Berantas Judi Online Senilai Rp 600 Triliun pada Triwulan I 2024, Bentuk Satgas hingga Muncul Inisial T

Maraknya judi online membuat Jokowi akhirnya membentuk Satgas Judi Online di bawah pimpinan Menko Polhukam Hadi Tjahjanto. Apa hasilnya?

Baca Selengkapnya