Konflik Timur Tengah Memanas, Rupiah Ditutup Melemah Rp 16.160
Reporter
Aisyah Amira Wakang
Editor
Grace gandhi
Rabu, 29 Mei 2024 18:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dolar AS menguat dan membuat nilai tukar rupiah melemah dalam penutupan perdagangan hari ini, Rabu, 29 Mei 2024. Nilai tukar rupiah turun 70 poin menjadi Rp 16.160 per dolar AS. Pada pekan lalu, kurs rupiah ditutup menguat tipis pada level Rp 15.995 per dolar AS.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan melemahnya rupiah seiring dengan meningkatnya ketegangan politik yang terjadi di Timur Tengah, khususnya antara Palestina dan Israel. "Setiap eskalasi akan memicu volatilitas pasar keuangan," kata dia melalui keterangan tertulis, Rabu, 29 Mei 2024.
Selain itu, ada kekhawatiran melonjaknya harga minyak akan membuat inflasi kembali naik akibat konflik Timur Tengah. Mengingat, wilayah Timur Tengah merupakan pemasok minyak bumi terbesar di dunia.
Inflasi yang naik ini akan sulit diturunkan sampai target yang diharapkan. Jika harga minyak terus naik, maka akan mempengaruhi defisit APBN yang meningkat, lantaran masih terdapat subsidi BBM dalam postur anggaran negara.
Apalagi, militer Israel mengklaim tak bersalah atas serangan ke kamp Rafah. Otoritas kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 20 orang tewas akibat tembakan tank tersebut. Kondisi itu membuat ketegangan semakin memuncak.
Faktor eksternal lainnya, Departemen Keuangan AS melihat permintaan untuk penjualan surat utang bertenor dua dan lima tahun melemah. "Hal ini terjadi setelah data menunjukkan bahwa kepercayaan konsumen AS secara tak terduga meningkat pada bulan Mei setelah memburuk selama tiga bulan berturut-turut," ujar Ibrahim.
Data ekonomi AS juga lebih baik dari perkiraan pada kuartal pertama. Ibrahim mengatakan sejauh ini tidak ada tanda-tanda penurunan besar di berbagai bidang, seperti pasar tenaga kerja.
Selanjutnya: Data hari Selasa kemarin juga menunjukkan kekhawatiran terhadap inflasi....
<!--more-->
Data hari Selasa kemarin juga menunjukkan kekhawatiran terhadap inflasi masih ada. Banyak rumah tangga memperkirakan tingkat suku bunga yang lebih tinggi pada tahun depan.
Presiden bank sentral Federal Minneapolis Neel Kashkari mengatakan, Selasa kemarin, bank sentral AS (The Fed) harus menunggu kemajuan signifikan dalam inflasi, sebelum memangkas suku bunga.
Inflasi harga konsumen yang menunjukkan kenaikan harga kurang dari perkiraan di bulan April, sempat meningkatkan harapan The Fed, di mana penurunan suku bunga semakin dekat.
Namun, para pejabat The Fed menegaskan, mereka ingin melihat kemajuan beberapa bulan lagi sebelum melakukan pelonggaran kebijakan.
Secara bersamaan, Bank Indonesia (BI) terus memperkuat koordinasi dengan semua otoritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekananan ekonomi global. Menurut Ibrahim, perekonomian terus melambat akibat dari inflasi yang tinggi.
Faktornya bisa disebabkan oleh krisis invasi Rusia ke Ukraina, serta krisis di timur Tengah antara Israel dengan Hamas (Palestina) yang semakin memanas. BI terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Pilihan Editor: Partai Buruh Sebut Iuran Tapera Tak Bakalan Cukup untuk Beli Rumah saat Pensiun atau Di-PHK