Wacana Keadilan Pajak dari Anies: Membesarkan yang Kecil Tanpa Mengecilkan yang Besar
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 11 Desember 2023 17:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Calon Presiden Anies Baswedan bicara mekanisme pajak di Indonesia jika terpilih menjadi presiden 2024. Dia menjawab pertanyaan dari moderator acara Dialog Apindo bersama Capres 2024, Gita Wirjawan, mengenai apakah pajak itu perlu dikenakan lebih ke hal-hal yang sifatnya konsumsif dan bekurang untuk sifatnya produktif.
“Saya tadi katakan ketika mengambil keputusan itu fairness (keadilan) nomor satu, termasuk ketika sampai urusan pajak,” ujar Anies di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, pada Senin, 11 Desember 2023.
Menurut Anies, saat ini Indonesia berada di situasi yang tidakj bisa mengambil keputusan semata-mata hanya karena pertimbangan domestik saja. Karena, Indonesia berhadapan dengan dunia global, di mana keputusan pajak akan berdampak pada alokasi investasi dan relokasi industri. Faktor-faktor itu, kata dia, tidak bisa dihilangkan.
Ketika terjadi perubahan struktur pajak di wilayah regionalnya, kata dia, Indonesia tidak bisa diam saja dan harus segera meresponsnya. “Kami berharap pajak itu menjadi mekanisme untuk membersarkan yang kecil tanpa mengecilkan yang besar,” tutur Anies.
Selain itu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga berkeinginan pendekatan yang dibuat kolaboratif atau bicara dengan relevan stakeholders. “Kami lebih cenderung tentu pada aktivitas-aktivitas sosial itu dikurangi beban pajaknya. Justru mereka harus dibebaskan,” ucap dia.
Pajak yang proporsional
<!--more-->
Dia mencontohkan Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jakarta, lembaga yang mengurusi anak-anak cacat yang harus memnbayar pajak bumi dan bangunan (PBB) puluhan juta per tahun. Namun, saat dia memimpin Jakarta, termasuk sekolah hingga rumah para sejarawan, seluruh kegiatannya pajaknya sudah di nol-kan alias terkena pembebasan pajak.
Namun, di sisi lain, aktivitas produktif harus dikenakan pajak yang proporsional. Sehingga tidak menjadi disinsentif untuk produktif. Sedangkan kegiatan konsumtif apalagi yang sifatnya mewah harus dikenakan pajak yang lebih tinggi. “Jadi prinsip yang fairness.”
Menurut Anies, keadilan itu bukan hanya menjadikan pajak untuk meningkatkan pendapatan tapi memberikan insetif disinsentif atau rasional dalam bertindak. Dalam ilmu, Anies berujar, hal itu disebut sebagai neoinstitucionalism yang artinya perilaku itu dibentuk oleh insetif dan disinsentif.
“Ketika disiapkan sebuah struktur perpajakan itu akan mebentuk perilaku,” kata Anies. “Perilaku yang kami inginkan adalah perilaku yang meningkatkan produtivitas, jadi pajak pun disusun dengan prinsip seperti itu.”
Pilihan editor: Anies Baswedan: BUMN Tak Boleh Mematikan Sektor Swasta