Sri Mulyani Beri Penjelasan soal Transaksi Janggal Rp 349 Triliun, Ini Kata Wakil Ketua Komisi XI DPR
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 28 Maret 2023 10:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI DPR Amir Uskara menanggapi soal transaksi janggal Rp 349 triliun setelah mendapatkan penjelasan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurut Amir, penjelasan dari bendahara negara itu sudah cukup.
“Karena ternyata dari Rp 349 triliun yang disebut, yang memang menyangkut dengan Kemenkeu sejak 2009-2023 itu hanya Rp 3,3 triliun,” ujar Amir di sela-sela rapat kerja bersama Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta Pusat, pada Senin, 27 Maret 2023.
Amir menilai angka tersebut wajar. Bahkan itu pun, kata dia, sebagian besar atas permintaan Kemenkeu yang berkaitan dengan fit and proper test untuk peningkatan kompetensi Kemenkeu.
“Sehingga, setelah mendapatkan penjelasan dari Kemenkeu, saya merasa bahwa apa yang selama ini simpang siur soal adanya fraud di Kemenkeu sampai Rp 349 triliun itu ternyata tidak benar,” ucap Amir.
Namun, sebagai penyidikan awal di bidang kepabeanan dan pajak data-data tersebut memang ke Kemenkeu tapi bukan cuma data orang-orang Kemenkeu. Menurut Amir, itu berkaitan dengan misalnya transaksi dari korporasi atau apa yang memang menurut Kemenkeu itu ada persoalan pajak.
“Jadi sebagian besar juga adalah permintaan Kemenkeu kepada PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Untuk melakulam analisis data dengan transaksi menurut versi Kemenkeu ada itu dari pajak maupun bea cukai,” kata Amir.
Sebelumnya, Sri Mulyani merincikan surat 43 halaman dari PPATK yang berisi daftar 300 surat ke Inspektorat Jenderal Kemenkeu periode 2009-2023. Ternyata dari nilai Rp 349 triliun itu, sebanyak 100 surat adalah surat PPATK ke aparat penegak hukum lain bukan ke Kemenkeu.
Selanjutnya: Menurut dia, 100 surat PPATK ke aparat ...
<!--more-->
Menurut dia, 100 surat PPATK ke aparat penegak hukum lain itu transaksinya Rp 74 triliun periode 2009-2023. Selain itu, senilai Rp 253 triliun tertulis dalam 65 surat yang merupakan data perusahaan dari transaksi debit kredit operasional-perusahaan dan korporasi yang tidak ada kaitannya dengan pegawai Kemenkeu.
“Ini ada yang dilaporkan dengan fungsi pajak dan bea cukai, terutama yang paling besar di Rp 253 triliun, ini yang paling besar itu Rp 189 triliun di satu surat, itu sangat besar maka kami melihat apa itu,” tutur Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan yang benar-benar berhubungan dengan Kemenkeu dan menyangkut tupoksi pegawai Kemenkeu ada 135 surat nilainya Rp 22 triliun. Bahkan, kata Sri Mulyani, Rp 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang tidak ada hubungannya dengan Kemenkeu.
“Jadi yang benar-benar nanti berhubungan dengan pegawai Kemenkeu itu Rp 3,3 triliun, ini 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit kredit pegawai yang di-inquiry, termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, jual beli rumah,” ucap dia.
Itu pun, Sri Mulyani menuturkan, periode 2009-2023 data permohonan untuk melakukan fit and proper test atau Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAT) mencari data seorang pegawai.
“Minta data si X pegawai kami maka kami dapat transaksi dari pegawai itu. Jadi ya tidak ada hubungannya dalam rangka untuk pidana atau korupsi tapi untuk profiling dari risk pegawai kami,” kata Sri Mulyani.
Pilihan Editor: Sri Mulyani Beberkan Surat PPATK soal Transaksi Rp 349 T, Seperti Apa Isinya?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.