Tolak Perpu Cipta Kerja yang Disahkan jadi UU, Ini 9 Catatan Partai Buruh
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 21 Maret 2023 22:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh merespons disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja menjadi Undang-undang. Aturan itu disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dalam rapat paripurna, Selasa, 21 Maret 2023.
“Sikap partai buruh dan organisasi serikat buruh adalah menolak omnibus law Undang-undang Cipta Kerja yang telah disahkan DPR RI pada hari ini,” ujar Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Selasa.
Said Iqbal membeberkan sembilan catatan penolakan kalangan buruh tersebut.
Pertama, tentang upah minimum yang kembali pada konsep upah murah.
Kedua, faktor outsourcing seumur hidup, karena tidak ada batasan jenis pekerjaan. Artinya, semua jenis pekerjaan boleh di-outsourcing.
“Bahkan negara menempatkan dirinya sebagai agen outsourcing,” kata dia.
Ketiga, tentang kontrak yang berulang-ulang, bahkan bisa 100 kali kontrak. Said Iqbal menilai, itu yang dimaksud kontrak seumur hidup, karena dikontrak terus walaupun ada pembatasan 5 tahun. “Itu kalau kontraknya berkesinambungan, tapi kalau kontraknya putus-putus, akhirnya seumur hidup juga,” tutur dia.
Keempat, pesangon yang murah. Dulu, kata Said, dalam aturan perundang-undangan seorang buruh ketika di-PHK (pemutusan hubungan kerja) bisa mendapatkan dua kali pesangon, sekarang hanya 0,5 kali.
Kelima, tentang PHK yang dipermudah. “Easy hiring easy firing yang dikumandangkan oleh Menko Perekonomian ditolak oleh Partai Buruh dan organisasi serikat buruh. Mudah memecat, mudah merekrut orang, memang ini negara kapitalis? Negara kita adalah Pancasilais,” ucap Said Iqbal.
Selanjutnya: Keenam, pengaturan jam kerja...
<!--more-->
Keenam, pengaturan jam kerja. Dalam UU Cipta Kerja diatur soal pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti bagi pekerja. Waktu istirahat antara jam kerja paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. Sedangkan istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 hari libur jika bekerja 5 hari per minggu.
Ketujuh, pengaturan cuti. Hal ini menindaklanjuti tidak adana kepastian upah, khususnya bagi buruh perempuan yang akan mengambil cuti haid atau cuti melahirkan.
Kedelapan, adalah tenaga kerja asing, di mana dalam Perpu yang menjadi UU, diatur boleh bekerja dulu baru diurus administrasinya sambil jalan.
Said Iqbal menilai, hal itu yang memunculkan konflik horisontal, karena adanya ketidakpuasan buruh lokal yang pekerjaannya diambil alih oleh buruh kasar, terutama dari Cina.
“Kesembilan adalah dihilangkannya beberapa sanksi pidana dari UU Nomor 13 Tahun 2003 yang sebelumnya, di omnibus law cipta kerja dihapuskan,” kata Said Iqbal.
Selain itu, Said Iqbal juga menambahkan, untuk petani, Partai Buruh menyoroti soal bank tanah. Di mana pemerintah bisa mengakui tanah yang sudah digarap oleh rakyat berpuluh bahkan beratus tahun turun temurun yang kemudian oleh korporasi akan mudah mengambil tanah tersebut di bank tanah.
Menurut dia, hal lain juga yang disorot di dalam isu pertanian adalah dihapuskannya larangan impor beras, daging, garam, dan impor lainnya ketika massa panen raya. Aturan itu dihapus dari UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan Petani. Ditambah lagi sanksi bagi yang tetap mengimpor di massa panen raya itu juga dihapus.
"Jadi tidak ada lagi perlindungan untuk petani. Dan ini sudah terbukti sekarang, impor beras 200-500 ribu ton digarap di massa panen raya. Kalau mengikuti UU Nomor 12 Tahun 2013 itu tidak boleh, penjara 6 bulan dan denda Rp 2 miliar kalau melakukan impor di massa panen raya, di omnibus law ini dihapus," ujar Said Iqbal.
Pilihan Editor: Tolak UU Cipta Kerja, 5 Juta Buruh di 100 Ribu Pabrik Bakal Mogok Nasional
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.