OECD Sebut Pemulihan Ekonomi Dunia Rapuh, Apa Saja Penyebabnya?
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 18 Maret 2023 10:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyatakan saat ini dunia berada di tengah-tengah pemulihan ekonomi yang rapuh akibat dampak pandemi Covid-19 dan konflik antara Rusia dan Ukraina.
Dalam laporan bertajuk Economic Outlook, Interim Report yang dirilis pada Jumat, 17 Maret 2023, OECD memperkirakan ekonomi global tumbuh sebesar 2,6 persen tahun ini. Sedangkan pada tahun depan, perekonomian diproyeksikan naik tipis menjadi 2,9 persen.
Kenaikan tipis pertumbuhan ekonomi itu, menurut OECD, sebagai dampak abadi dari krisis Ukraina, seperti masalah pasokan energi dan inflasi tinggi.
"Penurunan harga energi telah berkontribusi pada peningkatan moderat dalam prospek global," kata OECD dalam sebuah pernyataan.
Laporan tersebut memperkirakan ekonomi Cina akan tumbuh paling cepat di dunia tahun ini, meningkat sebesar 5,3 persen. Sedangkan di saat yang sama, ekonomi Amerika Serikat tumbuh sebesar 1,5 persen tahun ini dan 0,9 persen pada 2024.
Dalam rekomendasinya, OECD meminta negara-negara untuk mempertahankan kebijakan moneter yang ditujukan untuk menurunkan inflasi. Selain itu kebijakan moneter juga disarankan terus menargetkan dukungan fiskal ke sektor-sektor yang terkena dampak paling parah, dan mengambil langkah-langkah untuk memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih besar.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri sebelumnya membeberkan potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia di ASEAN. Menurut dia, performa perekonomian Indonesia sebetulnya relatif paling baik di kawasan Asia Tenggara ini.
Selanjutnya: “Karena apa? Share ekspor kita ..."
<!--more-->
“Karena apa? Share ekspor kita terhadap GDP (produk domestik bruto atau gross domestic product) relatif kecil dibandingkan banyak negara di ASEN,” ujar dia kepada Tempo setelah menghadiri acara DBS Asian Insights Forum di Ballroom The St. Regis Jakarta, Jakarta Selatan pada Rabu malam, 15 Maret 2023.
Dia lalu membandingkan dengan Singapura yang nilai ekspornya terhadap GDP mencapai 180 persen. Sehingga, jika perdagangan global kolaps, menurut Chatib, negara seperti Singapura pasti terpukul. Hal serupa diperkirakan bakal juga terjadi pada Thailand dan Vietnam.
Sementara di Indonesia, kontribusi ekspor terhadap GDP-nya hanya 25 persen. “Indonesia, karena share-nya relatif kecil, maka impact-nya juga terbatas gitu,” tutur Chatib.
Berdasarkan paritas daya beli (Purchasing Power Parity atau PPP) Indonesia merupakan negara dengan ekonomi terbesar kesepuluh di dunia dan termasuk dalam 20 besar dunia dalam hal nominal GDP. Hal itu, menjadi indikasi bahwa Indonesia memiliki pengaruh besar di panggung internasional.
Secara global pun, menurut Chatib, posisi Indonesia masih berjalan baik. Hal ini juga seiring dengan proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) soal pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diperkirakan akan mencapai 4,6 persen pada 2023.
ANTARA | MOH KHORY ALFARIZI
Pilihan Editor: Pertumbuhan Ekonomi Membaik Terdongkrak Konsumsi, Sri Mulyani Sebut Jokowi Akan Umumkan THR PNS
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.