MTI Bicara Pengadaan KRL Baru: Biaya 10 Kali Lipat KRL Bekas, Biaya Operasional Bisa Naik
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Grace gandhi
Kamis, 9 Maret 2023 08:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana mengatakan jika PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) melakukan pengadaan KRL baru, maka akan ada beberapa isu yang muncul. Isu tersebut adalah dampak dari biaya-biaya yang tinggi.
“Kalau nanti KCI harus menggunakan produk dalam negeri, KRL baru, itu nilainya bisa 10 kali lipat dari KRL bekas,” ujar dia melalui sambungan telepon pada Rabu, 8 Maret 2023.
Isu beriktnya, Aditya melanjutkan, adalah biaya operasional KCI di masa depan akan naik. Dia mempertanyakan siapa yang akan menanggungnya. Jika penumpang berarti tarif akan naik, tapi jika pemerintah berarti public service obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan publik.
“Sementara saat ini Kementerian Perhubungan berupaya untuk menekan PSO KRL karena sudah sangat besar porsinya terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN),” kata dia.
Aditya meminta pemerintah untuk memikirkan langkah pengadaan KRL secara komprehensip. Selain itu, kata dia, ada juga usulan soal porsi pengadaan KRL yang tidak full baru. Dia mencontohkan misalnya 80 persen trainset baru dan 20 persen bekas.
“Secara bertahap dulu, misalnya seperti itu. Jadi isunya sebetulnya terkait dengan menghindarkan pengguna itu terlantar, kalau ada armada yang dihentikan operasinya, tapi belum ada solusi dari pemerintah,” ucap Aditya.
Vice President Corporate Secretary PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Anne Purba mengatakan pihaknya merencanakan pengadaan kereta bukan baru untuk mengganti kereta yang rencananya akan dikonservasi mulai tahun ini.
Untuk itu, KCI telah melakukan Forum Group Discussion (FGD) terlebih dulu dengan melibatkan stakeholders dari kementerian, pengamat dan komunitas pengguna commuterline. "Hasilnya, impor kereta bukan baru memang menjadi pilihan utama untuk menggantikan kereta-kereta yang dikonservasi," ujar Anne melalui keterangan pers.
Selanjutnya: Menurut Anne, ada pilihan lain....
<!--more-->
Menurut Anne, ada pilihan lain dengan meng-upgrade teknologi pada kereta yang akan dikonservasi. Namun, pilihan tersebut butuh waktu 1-2 tahun untuk pengerjaannya.
Kereta bekas impor tak langsung digunakan Selain itu, dia menyebut pihaknya telah berdiskusi dengan PT INKA Jepang, dan Spanyol terkait sharing upgrade teknologi ini. Lebih lanjut, kereta bekas yang akan diimpor tidak akan langsung digunakan untuk operasional commuterline.
"Namun, KAI Commuter melakukan upgrade pada gerbong-gerbong kereta yang diimpor itu. Misalnya, mengganti AC di dalam kereta, bangku-bangku di setiap kereta, dengan barang-barang yang memiliki tingkat TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) yang tinggi," tutur Anne.
Menurut hitungan KCI, setelah interior dan eksterior kereta tersebut diganti, TKDN setiap trainset kereta menjadi 40 persen. Jumlah ini berada di atas standar yang ada.
Sementara, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan importasi KRL bekas dari Jepang tidak boleh terulang lagi. “Catatan yang terpenting adalah perencanaan kebutuhan kereta api seharusnya lebih terstruktur dan sistematis, jangka menengah dan jangka panjang,” ujar Agus.
Dengan begitu, Agus menyatakan semua pemangku kebijakan sudah siap. “Ke depan, kasus seperti ini, apalagi impor, tidak boleh terulang lagi.”
Selain itu, Agus memberikan catatan lain. Pertama, adalah soal penggunaan produksi hasil industri dalam negeri. Kedua, jika kebijakannya retrofit atau penambahan teknologi atau fitur baru pada sistem lama, Agus merekomendasikan tetap tercipta penyerapan tenaga kerja.
Ketiga adalah pelayanan transportasi publik tetap terjaga. “Importasi tetap ada dalam opsi, walaupun tidak prioritas (apalagi barang bekas),” tuturnya.
MOH KHORY ALFARIZI | AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: Pembiayaan Sepeda Motor Listrik, FIF Group: Kami Sudah Melakukan Berbagai Persiapan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini