Ekonom Ingatkan Tiga Risiko Besar dari Utang Pemerintah yang Makin Menggelembung

Minggu, 25 Desember 2022 20:56 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 12 Desember 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengingatkan Menkeu Sri Mulyani soal beban utang yang kian menggunung.

Dia menilai bahwa rasio utang saat ini memang masih jauh dari ambang batas, yakni 60 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun, kenaikan jumlah utang tetap merupakan sesuatu yang harus dicermati.

Pada akhir November 2022, posisi utang pemerintah tercatat senilai Rp7.554,2 triliun atau rasio utangnya 38,65 persen terhadap PDB. Nominal utang pemerintah hingga akhir November naik Rp57,5 triliun dari posisi Oktober 2022 atau dalam kurun waktu satu bulan saja.

Berdasarkan data Kemenkeu, utang pemerintah bertambah lebih dari Rp500 triliun dari posisi awal tahun ini atau year to date (ytd).

"Posisinya dikatakan masih aman ya, memang aman, tetapi memiliki risiko yang terus bertambah dari sebelumnya. Tadinya [rasio utang] cuma 37 persen, sekarang terus bertambah dan mendekati 40 persen, berarti makin bertambah risikonya," ujar Tauhid pada Minggu 25 Desember 2022.

Menurutnya, pemerintah perlu mewaspadai apabila laju kenaikan utang melebihi pertumbuhan ekonomi. Terlebih, terdapat prospek perlambatan ekonomi pada tahun depan, baik secara global maupun di dalam negeri.

Selanjutnya: tingginya nilai utang saat ini menghadapi risiko ...

<!--more-->

Dengan kondisi tersebut, dia mengingatkan agar jangan sampai penambahan utang pemerintah kian ngebut.

Tauhid menyebut bahwa tingginya nilai utang saat ini menghadapi risiko yang cukup besar. Pertama, rezim suku bunga tinggi pada tahun depan, seiring dengan terus meningkatnya suku bunga acuan The Fed yang membuat Bank Indonesia turut menaikkan suku bunga di dalam negeri.

"Sekarang rezimnya suku bunga tinggi, karena The Fed [menaikkan suku bunga acuan] kita juga menaikkan suku bunga dan itu berpengaruh juga ke yield surat berharga negara [SBN]. Sekarang termasuk paling tinggi di Asia," katanya.

Tingginya suku bunga menimbulkan risiko tambahan pembayaran bunga oleh negara. Hal tersebut bisa berbahaya apabila terjadi perlambatan ekonomi, karena belanja untuk pembayaran utang menjadi meningkat ketika penerimaan terganggu.

Risiko kedua, menurut Tauhid, adalah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Memang saat ini komposisi SBN lebih dominan surat utang berdenominasi rupiah, tetapi beban dari 15 persen SBN valas akan meningkat ketika rupiah terdepresiasi.

Ketiga, terdapat risiko tingkat kematangan utang (maturity) dari utang yang segera jatuh tempo. Pembayaran bunga dan pokok utang dalam kondisi saat ini dapat menjadi beban.

BISNIS

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Berita terkait

Minta Perbaikan Kinerja, Pernyataan Lengkap Sri Mulyani tentang Alat Belajar SLB Dipajaki Bea Cukai

3 jam lalu

Minta Perbaikan Kinerja, Pernyataan Lengkap Sri Mulyani tentang Alat Belajar SLB Dipajaki Bea Cukai

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tanggapi kasus penahanan hibah alat belajar SLB oleh Bea Cukai.

Baca Selengkapnya

Beberapa Kasus Terkait Bea Cukai yang Menghebohkan Publik

6 jam lalu

Beberapa Kasus Terkait Bea Cukai yang Menghebohkan Publik

Bea cukai sedang disorot masyarakat. Ini beberapa kasus yang membuat heboh

Baca Selengkapnya

Rangkuman Poin Kehadiran Sri Mulyani di Forum IMF-World Bank

15 jam lalu

Rangkuman Poin Kehadiran Sri Mulyani di Forum IMF-World Bank

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan terdapat tiga hal utama dari pertemuan tersebut, yaitu outlook dan risiko ekonomi global.

Baca Selengkapnya

Viral Berbagai Kasus Denda Bea Masuk Barang Impor, Sri Mulyani Instruksikan Ini ke Bos Bea Cukai

1 hari lalu

Viral Berbagai Kasus Denda Bea Masuk Barang Impor, Sri Mulyani Instruksikan Ini ke Bos Bea Cukai

Sri Mulyani merespons soal berbagai kasus pengenaan denda bea masuk barang impor yang bernilai jumbo dan ramai diperbincangkan belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

2 hari lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Bertubi-tubi Penghargaan untuk Bobby Nasution, Terakhir Menantu Jokowi Raih Satyalancana dan Tokoh Nasional

2 hari lalu

Bertubi-tubi Penghargaan untuk Bobby Nasution, Terakhir Menantu Jokowi Raih Satyalancana dan Tokoh Nasional

Wali Kota Medan Bobby Nasution boleh dibilang banjir penghargaan. Menantu Jokowi ini dapat penghargaan Satyalancana baru-baru ini.

Baca Selengkapnya

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

2 hari lalu

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

Pada perdagangan Kamis, kurs rupiah ditutup melemah pada level Rp 16.187 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

2 hari lalu

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

Sri Mulyani menilai kinerja APBN triwulan I ini masih cukup baik.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

2 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Penyaluran Bansos Januari-Maret 2024 Mencapai Rp 43 Triliun

2 hari lalu

Sri Mulyani: Penyaluran Bansos Januari-Maret 2024 Mencapai Rp 43 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penyaluran bantuan sosial atau Bansos selama Januari-Maret 2024 mencapai Rp 43 triliun.

Baca Selengkapnya