IHSG Diprediksi Masih Jeblok Menjelang Akhir Tahun, Tertekan Data Inflasi AS

Rabu, 14 Desember 2022 07:26 WIB

Layar pergerakan Indexs Harga Saham Gabungan atau IHSG di Gedung Busa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat, 16 September 2022. IHSG ditutup terkoreksi di level 7.168 pada perdagangan akhir pekan Jumat. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) diprediksi masih lesu menjelang akhir tahun. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan indeks jeblok karena inflasi Amerika Serikat yang kemungkinan besar tidak sesuai dengan ekspektasi pasar.

“Kan ekspektasinya 7,2 persen (inflasi). Bulan kemarin (November) 7,7 persen. Kalau seandainya (inflasi Desember) di atas 7,2 persen, ini mengindikasikan Bank Sentral Amerika kemungkinan besar masih akan tetap agresif menaikkan suku bunga,” ujar Ibrahim ketika dihubungi Tempo, Selasa, 13 Desember 2022.

Ibrahim menuturkan data inflasi Amerika akan mempengaruhi kebijakan The Fed terhadap suku bunga. Pasar, kata dia, terus menantikan keputusan The Fed perihal kenaikan suku bunga tahun depan. Di sisi lain, Ibrahim mengatakan tantangan pasar saham pada tahun mendatang adalah resesi.

Baca Juga: IHSG Hari Ini Diprediksi Menguat, Berikut Proyeksi Saham TLKM, BUMI hingga BBCA

"Harus diingat bahwa kemungkinan besar 2023 akan terjadi resesi. Nah kalau terjadi resesi kemungkinan bank sentral akan lebih agresif lagi (menaikkan suku bunga),” ujarnya.

Advertising
Advertising

Ibrahim melanjutkan, isu mengenai perlambatan ekonomi 2023 terus menjadi trending topik baik di media lokal maupun media internasional. Perlambatan ini dikhawatirkan sudah dimulai pada kuartal akhir 2022.

Ia menjelaskan indikasi perlambatan ekonomi tampak dari saham-saham yang berbasis teknologi rontok. Masalah tersebut turut berdampak terhadap perekonomian Indonesia.

“Itu sudah terlihat dari PHK besar-besaran. Banyak pengamat yang mengatakan PDB kuartal keempat ini kemungkinan besar bisa saja di bawah 5 persen. Nah ini kemudian yang harus hati-hati,” ucap Ibrahim.

Dari Eropa, Ibrahim mengatakan ancaman tampak dari krisis energi. “Karena saya bilang tahun ini tahun-tahun menentukan di mana Eropa juga masuk musim dingin yang ekstrem, kekurangan energi dan listrik, bahkan di sana juga ada bank penghangat,” tuturnya.

Kondisi tersebut akanmendorong inflasi di Inggris dan Amerika Serikat yang begitu besar. “Nah ini perlu ada kewaspadaan juga dari OJK. Sebagai badan pengawas, OJK harus mengawasi lebih ketat lagi,” katanya.

Meski demikian, Ibrahim melihat ada saham-saham yang masih cukup moncer untuk dikoleksi. Misalnya, saham farmasi.


DEFARA DHANYA PARAMITHA

Baca juga: Kapitalisasi Pasar BEI Sepekan Menguap Rp 306 Triliun Setelah IHSG Turun 4,34 Persen

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Rupiah Menguat Setelah Rilis Indeks Harga Produsen Amerika Serikat Membaik

14 jam lalu

Rupiah Menguat Setelah Rilis Indeks Harga Produsen Amerika Serikat Membaik

Rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Rabu ditutup menguat setelah rilis data inflasi Indeks Harga Produsen (PPI) Amerika Serikat menguat.

Baca Selengkapnya

Pj Bupati Banyuasin Berikan Bibit Cabai dan Jagung Bagi Masyarakat Kabupaten Banyuasin

22 jam lalu

Pj Bupati Banyuasin Berikan Bibit Cabai dan Jagung Bagi Masyarakat Kabupaten Banyuasin

Penjabat (Pj) Bupati Banyuasin, Hani S Rustam, mendukung gerakan menanam untuk pengendalian inflasi di Kabupaten Banyuasin, dengan memberikan bantuan bibit cabai dan jagung.

Baca Selengkapnya

IHSG Berpotensi Mendatar, Pasar Wait and See Data Inflasi AS

23 jam lalu

IHSG Berpotensi Mendatar, Pasar Wait and See Data Inflasi AS

IHSG pada Rabu berpotensi bergerak mendatar seiring pelaku pasar sedang bersikap wait and see terhadap data inflasi Amerika Serikat (AS)

Baca Selengkapnya

Hari Ini Rupiah Makin Terpuruk ke Rp 16.100 per Dolar AS, Pedagang Tunggu Rilis Data Inflasi Terbaru

1 hari lalu

Hari Ini Rupiah Makin Terpuruk ke Rp 16.100 per Dolar AS, Pedagang Tunggu Rilis Data Inflasi Terbaru

Kurs rupiah ditutup melemah 20 poin ke level Rp 16.100 per dolar AS. Pada perdagangan kemarin, kurs rupiah per dolar AS ditutup pada level Rp 16.080

Baca Selengkapnya

Samuel Sekuritas: IHSG Ditutup Melemah di Sesi I, Saham ASII Paling Aktif Diperdagangkan

1 hari lalu

Samuel Sekuritas: IHSG Ditutup Melemah di Sesi I, Saham ASII Paling Aktif Diperdagangkan

IHSG melemah di sesi pertama hari ini, menutup sesi di level 7,082.9 atau -0,22 persen.

Baca Selengkapnya

Wamenkeu Suahasil Nazara Memperkirakan Suku Bunga the Fed Belum akan Turun Dalam Waktu Dekat, Rupiah Tertekan

1 hari lalu

Wamenkeu Suahasil Nazara Memperkirakan Suku Bunga the Fed Belum akan Turun Dalam Waktu Dekat, Rupiah Tertekan

Wamenkeu Suahasil Nazara memperkirakan suku bunga The Fed belum akan turun dalam waktu dekat, sehingga indeks dolar meningkat dan menekan nilai tukar rupiah.

Baca Selengkapnya

Mendagri Tito Karnavian Dorong Pemda Percepat Realisasi Belanja APBD

2 hari lalu

Mendagri Tito Karnavian Dorong Pemda Percepat Realisasi Belanja APBD

Tito Karnavian menekankan pentingnya realisasi APBD dalam pengendalian tingkat inflasi.

Baca Selengkapnya

IHSG Pekan Depan Diprediksi Menurun Terbatas, Berikut Rekomendasi Saham Pilihan

3 hari lalu

IHSG Pekan Depan Diprediksi Menurun Terbatas, Berikut Rekomendasi Saham Pilihan

Dinamika kebijakan Bank Sentral Amerika diprediksi masih memberi pengaruh pada penurunan IHSG pekan depan

Baca Selengkapnya

Apindo Optimistis Target Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen Tercapai

6 hari lalu

Apindo Optimistis Target Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen Tercapai

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) optimistis target pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen pada tahun ini dapat tercapai.

Baca Selengkapnya

Samuel Sekuritas: IHSG Melemah di Sesi I, Saham BBRI Paling Aktif Diperdagangkan

7 hari lalu

Samuel Sekuritas: IHSG Melemah di Sesi I, Saham BBRI Paling Aktif Diperdagangkan

IHSG melemah di sesi pertama Rabu, 8 Mei 2024, menutup sesi pertama di level 7,097,7.

Baca Selengkapnya