Pemerintah dan DPR Sepakati RUU PPSK, Lanjut ke Sidang Paripurna Pekan Depan

Kamis, 8 Desember 2022 22:27 WIB

Pemerintah dan Komisi XI DPR RI dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis, 8 Desember 2022. (ANTARA/AstridFaidlatulHabibah)

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dan panitia kerja Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada hari ini, Kamis, 8 Desember 2022, telah menyepakati dan menandatangani Rancangan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor (RUU PPSK) untuk selanjutnya dibawa ke tingkat II dalam rapat paripurna.

“Kita semua sudah setuju, pemerintah setuju, DPR setuju, kita sampai pada pengambilan keputusan tingkat satu. Apakah kita setuju dengan rencana Undang-undang PPSK?” tanya Ketua Komisi XI DPR RI Kahar Muzakir pada Raker dengan Menteri Keuangan, Menteri Investasi sekaligus Kepala BKPM, Menteri Koperasi UKM, dan Menkumham, di DPR, Senayan, Kamis, 8 Desember 2022.

Baca: Draf Terbaru RUU PPSK Pastikan Politikus Tetap Dilarang Masuk Dewan Gubernur BI

Pertanyaan itu kemudian langsung disetujui oleh pemerintah dan anggota DPR yang hadir dalam rapat pengesahan RUU PPSK atau omnibus law keuangan tersebut.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kehadiran RUU PPSK sangat penting untuk memperkuat sektor keuangan domestik. RUU ini diharapkan bisa membuat sektor keuangan berjalan secara optimal dalam menjalankan tugasnya dan mendorong roda perekonomian masyarakat.

RUU PPSK disebut sangat tepat waktu

Advertising
Advertising

Bendahara negara itu juga menilai adanya RUU ini sangat tepat waktu dan relevan. Sebab, dinamika global dan domestik kini masih dipenuhi ketidakpastian, sehingga perlu diantisipasi dan direspons oleh Indonesia, termasuk di dalamnya adalah ancaman terhadap stabilitas sistem keuangan.

Pemerintah, kata Sri Mulyani, sependapat dengan DPR bahwa RUU ini merupakan reformasi yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia agar mampu menopang pertumbuhan ekonomi dalam negeri secara berkelanjutan dan merata di pelosok Tanah Air. “Kami siap untuk mengawal sampai tingkat II di paripurna,” ucapnya.

Salah satu poin penting yang diatur dalam RUU PPSK adalah Bank Indonesia (BI) yang tetap dapat melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana untuk mendukung pembiayaan APBN atau yang dikenal dengan skema berbagai beban (burden sharing) untuk selama-lamanya.

Di antara Pasal 36 dan Pasal 37 RUU PPSK, terdapat dua pasal yaitu Pasal 36A dan Pasal 36B. "Pasal 36A menyebutkan bahwa dalam rangka penanganan stabilitas sistem keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis, BI berwenang untuk membeli SBN berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional," tulis draf RUU PPSK.

Selanjutnya: Tak hanya itu, BI berwenang membeli...

<!--more-->

Tak hanya itu, BI berwenang membeli/repo SBN yang dimiliki oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk biaya penanganan permasalahan bank. Bank sentral juga berwenang untuk memberikan akses pendanaan kepada korporasi/swasta dengan cara repo Surat Berharga Negara yang dimiliki korporasi/swasta melalui perbankan.

Pada ayat (2) Pasal 36A RUU itu juga disebutkan kondisi krisis yang sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh presiden dan ayat (3) menyebutkan pembelian SBN berjangka panjang di pasar perdana dilakukan berdasarkan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Adapun skema dan mekanisme pembelian SBN di pasar perdana sebagaimana pun ditetapkan dalam keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. Berikutnya, ketentuan mengenai pelaksanaan penanganan stabilitas sistem keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan Undang-undang No. 2/2020, burden sharing BI dan Pemerintah hanya berlaku hingga 2022. Artinya, pada tahun 2023, seharusnya BI tak lagi diperbolehkan membeli SBN di pasar perdana.

BI Beli SBN Rp 1.144 triliun

Data terakhir menunjukkan BI telah melakukan membeli SBN di pasar perdana sebesar Rp 974,09 triliun, rinciannya adalah untuk SKB I, II, maupun III. Hingga akhir tahun, total pembelian SBN oleh BI di pasar perdana akan mencapai Rp 1.144 triliun.

Soal ini, Peneliti Senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan pernah menyatakan, pembelian SBN di pasar perdana oleh BI berpotensi disalahgunakan dan mengancam independensi bank sentral. Apalagi bila tak ada penjelasan yang lebih detail dan transparan tentang kapan ketentuan ini dapat diterapkan.

Ia khawatir aturan burden sharing yang permanen hanya membuat BI 'mencetak uang' secara terus-menerus untuk misalnya membantu mengatasi krisis atau membantu pertumbuhan ekonomi atau sesuai dengan keputusan KSSK.

BISNIS

Baca juga: RUU PPSK Akan Atur Lingkup Pengawasan OJK, Mirza Adityaswara: Kita Monitor

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Viral Berbagai Kasus Denda Bea Masuk Barang Impor, Sri Mulyani Instruksikan Ini ke Bos Bea Cukai

7 jam lalu

Viral Berbagai Kasus Denda Bea Masuk Barang Impor, Sri Mulyani Instruksikan Ini ke Bos Bea Cukai

Sri Mulyani merespons soal berbagai kasus pengenaan denda bea masuk barang impor yang bernilai jumbo dan ramai diperbincangkan belakangan ini.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

1 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Bertubi-tubi Penghargaan untuk Bobby Nasution, Terakhir Menantu Jokowi Raih Satyalancana dan Tokoh Nasional

1 hari lalu

Bertubi-tubi Penghargaan untuk Bobby Nasution, Terakhir Menantu Jokowi Raih Satyalancana dan Tokoh Nasional

Wali Kota Medan Bobby Nasution boleh dibilang banjir penghargaan. Menantu Jokowi ini dapat penghargaan Satyalancana baru-baru ini.

Baca Selengkapnya

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

2 hari lalu

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

Pada perdagangan Kamis, kurs rupiah ditutup melemah pada level Rp 16.187 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

2 hari lalu

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

Sri Mulyani menilai kinerja APBN triwulan I ini masih cukup baik.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

2 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Penyaluran Bansos Januari-Maret 2024 Mencapai Rp 43 Triliun

2 hari lalu

Sri Mulyani: Penyaluran Bansos Januari-Maret 2024 Mencapai Rp 43 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penyaluran bantuan sosial atau Bansos selama Januari-Maret 2024 mencapai Rp 43 triliun.

Baca Selengkapnya

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

2 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

2 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

2 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa realisasi anggaran dari APBN untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) baru mencapai 11 per

Baca Selengkapnya