Rupiah Melemah ke Level 15.620 per Dolar AS di Awal Perdagangan, Apa Saja Pemicunya?
Reporter
magang_merdeka
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 7 Desember 2022 10:13 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan nilai tukar rupiah melemah pada hari ini, Rabu, 7 Desember 2022.
"Rupiah dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang 15.600 hingga 15.660 per dolar AS," kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Selasa, 6 Desember 2022. Adapun dalam perdagangan kemarin sore, rupiah ditutup melemah 155 poin di level 15.617 per dolar AS.
Baca: Prediksi The Fed Rate Kuartal I 2023 5 Persen, Bank Indonesia Ungkap Strategi Penguatan Rupiah
Adapun pada pembukaan perdagangan pagi hari ini, rupiah terperosok ke level 15.620 per dolar AS. Data Bloomberg di pasar spot menunjukkan pada pukul 09.03 WIB, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 0,02 persen atau 3 poin ke level 15.620,5 per dolar AS. Sedangkan indeks dolar AS terpantau stagnan di level 105,58.
Tak hanya rupiah, sejumlah mata uang Asia Pasifik juga melemah terhadap dolar AS. Contohnya: mata uang rupee India turun 1 persen, yen Jepang turun 0,01 persen, dolar Hong Kong turun 0,08 persen, baht Thailand turun 0,05 persen, won Korea Selatan turun 0,02 persen, dan ringgit Malaysia turun 0,02 persen.
Adapun mata uang Asia yang justru menguat terhadap dolar AS pada hari ini adalah peso Filipina naik 0,50 persen, yuan Cina naik 0,17 persen, dan dolar Singapura naik 0,1 persen.
Dolar AS menguat
Ibrahim menjelaskan pelemahan rupiah tak lepas dari dolar AS yang bertahan mengikuti reli terbesarnya dalam dua minggu terakhir. Hal ini terjadi usai pengumuman data jasa yang kuat di Amerika Serikat memicu taruhan bahwa The Federal Reserve bakal menaikkan suku bunga lebih dari yang diproyeksikan baru-baru ini.
Penguatan dolar AS awalnya juga didorong oleh kekhawatiran kenaikan suku bunga AS yang bakal mengimbangi optimisme atas pelonggaran pembatasan Covid-19 di Cina. Hal ini yang kemudian berbalik arah karena PMI non-manufaktur Institute for Supply Management (ISM) tiba-tiba naik menguatkan sektor jasa yang menyumbang lebih dari dua pertiga aktivitas ekonomi AS.
Selanjutnya: “Fokus minggu ini sekarang pada..."
<!--more-->
“Fokus minggu ini sekarang pada data perdagangan Cina yang akan dirilis pada hari Rabu, untuk mengukur bagaimana ekonomi bertahan melalui peningkatan pembatasan Covid dalam sebulan terakhir,” ucap Ibrahim.
Inflasi diperkirakan melambung
Adapun pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh faktor dari dalam negeri, salah satunya adalah risiko kenaikan inflasi akibat kenaikan harga pangan. Ibrahim memproyeksikan inflasi Indonesia pada tahun 2023 bakal bergerak di kisaran 6 persen. “Kenaikan ini akibat dari ketidakpastian ekonomi global, sehingga inflasi ini akan melebihi perkiraan pemerintah,” tuturnya.
Bank Indonesia bahkan menilai bahwa banyak negara yang baru akan merasakan penurunan inflasi pada akhir 2023. Artinya, kenaikan inflasi masih akan berlanjut dan terjaga pada tahun depan.
“Laju kenaikan akan sedikit tertahan oleh upaya pemerintah dalam menjaga inflasi bahan pangan,” kata Ibrahim.
Pemerintah daerah pun, menurut dia, telah berlomba-lomba memperoleh insentif dengan menurunkan inflasi di tempatnya melalui pemenuhan pasokan pangan. Langkah itu dapat berlanjut pada tahun depan demi meredam laju inflasi.
Namun langkah ini dinilai pasar tidak cukup, sehingga ada kemungkinan inflasi melampaui batas maksimal yang diharapkan pemerintah. Hal ini pula yang membuat nilai tukar rupiah kembali melemah.
DEFARA DHANYA PARAMITHA
Baca juga: IDEAS Ingatkan soal Risiko Kenaikan Harga Beras dan Telur Menjelang Nataru
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.