IMF Anggap Biaya Pinjaman Pemerintah Indonesia Kini Terlalu Tinggi

Rabu, 2 November 2022 17:06 WIB

Logo IMF. wikipedia.org

TEMPO.CO, Jakarta - Dana Moneter Internasional atau IMF menilai level biaya pinjaman pemerintah Indonesia atau sovereign borrowing costs saat ini terlalu tinggi. Kondisi levelnya pun menurut mereka tidak relevan dengan upaya pengelolaan fiskal pemerintah yang semakin baik.

Berdasarkan data Regional Economic Outlook Asia and Pacific IMF edisi Oktober 2022, Indonesia masuk 3 besar dengan sovereign borrowing costs terbesar bersama Bangladesh dan India. Besarannya untuk local currency yield sekitar 8 persen untuk tenor 10 tahun.

"Ini terlalu tinggi, dan kita inginnya itu lebih rendah lagi," kata IMF Senior Resident Representative untuk Indonesia James Walsh saat berkunjung ke kantor Tempo di Jalan Palmerah Barat, Jakarta Selatan, Selasa, 1 November 2022.

Baca: IMF Beberkan Alasan Indonesia Tidak Masuk Daftar 28 Negara yang Antre Minta Bantuan

Satu-satunya cara untuk menurunkan biaya bunga utang itu, kata James, adalah dengan menciptakan kebijakan fiskal yang kredibel dalam rentang waktu yang sangat lama. Dalam kurun waktu 10-15 tahun, Indonesia mampu menekan defisit fiskal di level yang rendah.

Advertising
Advertising

Adapun defisit fiskal atau defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara maksimal sebesar 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).

"Satu-satunya cara untuk menurunkan biaya suku bunga adalah dengan memiliki kebijakan fiskal yang kredibel dalam jangka waktu yang lama sehingga Indonesia benar telah jauh lebih rendah dari 10-15 tahun yang lalu, tetapi prosesnya selalu lambat," ujar James.

Selanjutnya: Pemerintah dinilai sudah sangat berhati-hati dengan kebijakan fiskalnya.

<!--more-->

Oleh sebab itu, dengan kebijakan fiskal saat ini, pemerintah sudah sangat berhati-hati dalam kurun waktu yang lama. Tingkat utang pemerintah juga sesuai dengan Undang-undang Keuangan Negara, yaitu di bawah level 60 persen dari PDB, menurut James, borrowing costs saat ini harusnya lebih rendah lagi.

"Secara keseluruhan defisit anggaran telah turun, dan saya berharap itu akan mendorong pasar untuk mulai meminta rate yang lebih rendah pada utang Indonesia, tapi kita tidak pernah tahu," kata James.

Sebelumnya, Director of the IMF’s Asia and Pacific Department Krishna Srinivasan saat meluncurkan Regional Economic Outlook pada 27 Oktober 2022 mengatakan, meningkatnya biaya pinjaman pemerintah itu dipicu pengetatan signifikan kondisi keuangan global.

Kenaikan biaya pinjaman itu dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga acuan bank sentral negara-negara maju, khususnya bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) yang semakin tinggi dan terus menerus naik secara cepat. Kebijakan ini untuk merespons tingginya tingkat inflasi secara global.

"Kita telah melihat pengetatan signifikan dari kondisi keuangan global, yang meningkatkan biaya pinjaman pemerintah dan depresiasi mata uang Asia," ujar Srinivasan.

Baca juga: IMF Anggap RI Belum Perlu Cairkan Dana Bantuan, Pemerintah Disarankan Lakukan Ini

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

10 jam lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Kopdit CU Lete Konda NTT Semakin Eksis dengan Manfaatkan Layanan LPDB-KUMKM

14 jam lalu

Kopdit CU Lete Konda NTT Semakin Eksis dengan Manfaatkan Layanan LPDB-KUMKM

Selain suntikan pinjaman terdapat upaya pembinaan, pendidikan, dan peningkatan usaha koperasi dari LPDB-KUMKM

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

20 jam lalu

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

3 hari lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

4 hari lalu

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

Sri Mulyani menilai kinerja APBN triwulan I ini masih cukup baik.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

4 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

4 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa realisasi anggaran dari APBN untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) baru mencapai 11 per

Baca Selengkapnya

Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, BTN Usulkan Skema Dana Abadi

4 hari lalu

Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, BTN Usulkan Skema Dana Abadi

PT Bank Tabungan Negara (BTN) usulkan skema dana abadi untuk program 3 juta rumah yang digagas Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

4 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

4 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya