Luhut Ingin RI Mandiri Energi Hijau 10 Tahun Lagi, Energy Watch: Realistis, Energi Fosil Kita Masih Besar
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Sabtu, 29 Oktober 2022 11:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang menargetkan Indonesia mendiri menggunakan energi terbarukan 10 tahun lagi. Mamit menilai target tersebut cukup ambisius.
“Saya kira target itu cukup ambisius ya. Hal ini mengingat kita masih belum siap secara infrastruktur, teknologi, dan pendanaan,” ujar dia kepada Tempo pada Jumat, 28 Oktober 2022.
Selain itu, Mamit menambahkan, saat ini energi fosil masih mendominasi pembangkit listrik di Indonesia. Sehingga, kata dia, butuh biaya besar untuk mempensiunkan dan mengganti dengan energi bersih.
“Kita juga harus realistis kalau kita masih mempunyai sumber energi fosil yang besar, yang masih bisa kita gunakan. Industri ekstratif batu bara dan migas masih juga menjadi sumber penerimaan negara kita,” tutur Mamit.
Sebelumnya, Luhut mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah berusaha keras mempercepat transisi energi dengan mengoptimalkan bauran energi baru terbarukan atau EBT. “Sehingga dalam 10 tahun ke depan betul-betul nanti Indonesia bisa mandiri dengan energi baru terbarukan,” kata dia dalam acara virtual Himpuni, Selasa, 25 Oktober 2022 lalu.
Menurut Luhut, Indonesia adalah negara berkembang dengan populasi yang begitu besar. Dia percaya bahwa semakin berkembang ekonomi suatu negara, maka semakin besar pula kebutuhan energinya, salah satu kebutuhan utamanya adalah dari sisi transportasi.
Selanjutnya: Luhut Ingatkan Perlunya Sumber Energi Terjangkau
<!--more-->
Dia menuturkan bahwa saat ini masyarakat Indonesia membutuhkan energi yang efisien dan terjangkau. Saat ini, Luhut berujar, transportasi saat ini dipenuhi oleh kendaraan konvensional BBM, ditambah lagi Indonesia merupakan salah satu negara road map importir minyak.
“Akibatnya jumlah subsidi negara sangat-sangat besar terutama untuk BBM jumlahnya cukup besar dan meningkat tajam di tahun ini,” kata Luhut. “Dana tersebut semestinya digunakan untuk membangun Indonesia, tapi belum ada alternatif yang lebih baik.”
Selain itu, Menko Luhut juga menekankan bahwa seluruh dunia wajib mengurangi emisi karbon untuk mengendalikan krisis iklim. Komitmen rata-rata negara memiliki target net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon pada tahun 2050, sedangkan Indonesia berkomitmen pada tahun 2060—atau lebih cepat.
Luhut menilai saat ini Indonesia menjadi perhatian dunia, khususnya dengan menjadi tuan rumah Presidensi G20 yang akan digelar pada 15-16 November 2022 di Bali. Gelaran tersebut juga membawa isu trasisi energi dan karbon netral.
“Indonesia diharapkan ikut serta dalam NZE tahun 2050 dan kita bekerja keras untuk mencapai itu. Saya yakin sebenarnya dengan perkembangan teknologi Indonesia akan bisa mencapai NZE mungkin 2050 atau 2055,” ucap Luhut.
Dia pun menjelaskan bahwa sektor transportasi merupakan salah satu penyumbang emisi terbesar baik di dunia maupun di Indonesia akibatnya tinggi penggunaan BBM—energi fosil. Menurut Luhut solusi dari tingginya subsidi energi dan emisi adalah dengan cara elektrifikasi terutama pada sektor transportasi.
“Itu sebabnya kami sedang kerja keras telah memfinalkan bagaimana kita memberikan subsidi kepada kendaraan listrik, dan juga sepeda motor, serta berbagai angkutan umum lainnya,” tutur Luhut.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini