Pengemudi Ojol: BLT BBM Rp 600 Ribu Tak Akan Cukupi Kebutuhan Hidup
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 13 September 2022 16:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Para pengemudi ojol tetap menolak kenaikan harga BBM jenis Pertalite dan Solar meskipun ada bantuan langsung tunai atau BLT BBM yang disiapkan pemerintah sebagai bentuk pengalihan subsidi BBM.
“BLT BBM yang hanya Rp 600 ribu tidak akan mencukupi kebutuhan hidup karena hanya 4 bulan,” ujar Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati lewat keterangan tertulis pada Selasa, 13 September 2022.
SPAI bersama Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) kembali melakukan aksi demostrasi tolak kenaikan BBM di depan Istana Negara hari ini.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sebelumnya mengumumkan adanya pengalihan subsidi BBM menjadi bansos pada Senin, 29 Agustus 2022. Bantalan sosial tambahan ini akan digelontorkan kepada 20,65 juta kelompok atau keluarga penerima manfaat dalam bentuk bantuan langsung tunai atau BLT sebesar 12,4 triliun rupiah untuk tahap pertama.
Bansos itu mulai dibayarkan oleh Menteri Sosial Tri Rismaharini sebesar Rp 150 ribu selama 4 kali, sehingga totalnya menjadi Rp 600 ribu. Tapi, pembayaran dirapel selana dua kali, yaitu Rp 300 untuk setiap transfer. Bansos akan dibayarkan melalui berbagai saluran Kantor Pos di seluruh Indonesia untuk 20,65 juta keluarga penerima dengan anggaran Rp 12,4 triliun.
Jokowi juga memutuskan akan membantu 16 juta pekerja yang punya gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan. Kalangan pekerja ini juga diberikan bantuan sebesar Rp 600 ribu dengan total anggaran Rp 9,6 triliun. Petunjuk teknis akan diterbitkan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah.
Selanjutnya: "Dampak kenaikan harga BBM bisa sampai 2 tahun ke depan."
<!--more-->
Kepala Negara pun meminta pemerintah melindungi daya beli masyarakat. Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan akan mengalokasikan bansos sebesar 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Subsidi transportasi tersebut diberikan untuk angkutan umum sampai dengan ojek dan nelayan, serta untuk perlindungan sosial tambahan. Total anggarannya mencapai Rp 2,17 triliun, sehingga secara keseluruhan biaya pengalihan subsidi BBM mencapai Rp 24,17 triliun.
Soal ini, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan BLT yang dikucurkan pemerintah sebagai jejaring pengaman kenaikan harga BBM tak efektif. Dia melihat dampak kenaikan harga BBM akan meluas ke banyak sektor, termasuk usaha mikro kecil menengah atau UMKM.
Sementara itu, pemerintah hanya menyiapkan tambahan anggaran senilai Rp 24,17 triliun untuk menyokong dampak lonjakan harga BBM. Angka itu nominalnya sangat kecil. “Dari segi jangka waktu, BLT BBM dampaknya cuma beberapa bulan, tapi kenaikan harga BBM-nya bisa satu sampai dua tahun ke depan,” ujar dia, kemarin.
Selain itu, Bhima juga menyoroti keakuratan data yang dimiliki pemerintah untuk menyalurkan BLT BBM. Menurut dia, banyak masyarakat kelas menengah rentan yang tidak tercantum dalam database. Dia juga menjelaskan bisa saja sebelumnya, masyarakat kelas rentan dianggap sebagai kalangan yang mampu. "Tapi ketika harga BBM naik, mereka turun kelas menjadi orang miskin."
Baca: Golongan 450 VA Dihapus dan Daya Listrik Rumah Orang Miskin Naik jadi 900 VA, Respons Menteri ESDM?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.