Perbanas Berharap OJK Perpanjang Restrukturisasi Kredit, Ini Sebabnya
Reporter
Arrijal Rachman
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 7 September 2022 11:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) masih berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang kebijakan relaksasi di sektor jasa keuangan, yaitu restrukturisasi kredit. Ini karena kemampuan pencadangan perbankan masih belum betul-betul pulih.
Sekertaris Jenderal Perbanas Anika Faisal mengatakan, selama masa pandemi Covid-19 memang kinerja perbankan nasional masih sangat baik. Namun, dia mengingatkan, hal itu tidak terlepas dari berbagai kebijakan relaksasi ke industri jasa keuangan.
"Tahun depan kebijakan tersebut berakhir. Kita punya waktu 2 tahun untuk membangun kekuatan pencadangan kami di perbankan," kata Anika dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Rabu, 7 September 2022.
Anika mengatakan, di tengah usaha perbankan untuk memperbaiki kualitas kredit hingga menormalisasi pencadangannya setelah masa Pandemi Covid-19, tapi saat ini Indonesia dan berbagai negara tengah menghadapi permasalahan baru, yaitu konflik geopolitik hingga inflasi yang tinggi.
"Tapi kembali kita dikejutkan dengan adanya perang, supply chain yang bermasalah, krisis pangan, dan lain-lain. Sehingga, kemungkinan besar belum 100 persen akan pulih kembali kepada pre pandemic situation," ujar Anika.
Oleh sebab itu, Anika menekankan, hingga saat ini perbankan sebetulnya masih membutuhkan berbagai kebijakan relaksasi. Tapi, dia menekankan, relaksasi, khususnya dalam kebijakan restrukturisasi kredit itu tidak lagi diperuntukkan bagi berbagai macam sektor bisnis.
"Ada sektor-sektor yang kembali pulih dan diperlakukan secara normal, tapi ada sektor atau segmen yang harus masih diberikan keleluasaan untuk waktu yang lebih panjang membangun cadangan tersebut," ucap Anika.
Selanjutnya: OJK waspadai tren kenaikan kredit macet.
<!--more-->
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah mewaspadai kenaikan rasio kredit macet (NPL) untuk kredit restrukturisasi pandemi Covid-19. Rasio NPL itu naik dari 0,66 persen pada Juni 2022 menjadi 7,1 persen pada Juli 2022.
Kondisi tersebut di atas patokan aman NPL 5 persen. Karenanya, OJK berencana mengevaluasi pelbagai alternatif kebijakan, terutama untuk sektor yang sampai saat ini masih tertatih-tatih dalam mencapai pemulihan ekonomi.
"Ini merupakan respons cepat OJK dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat dan mendukung pemulihan ekonomi," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar di Jakarta, Senin, 5 September 2022.
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri tersebut mengatakan OJK telah menerbitkan panduan dari sisi perkreditan atau pembiayaan perbankan, terutama untuk membantu debitur dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti darurat penyakit mulut dan kuku (PMK).
Panduan itu berisi mengenai penetapan kelancaran kualitas kredit atau pembiayaan. Kemudian, jangka waktu restrukturisasi kredit agar kreditur dapat melebihi masa berlakunya kebijakan sepanjang sesuai dengan perjanjian restrukturisasi.
Selanjutnya, OJK memberikan penilaian kualitas kredit lain untuk plafon hingga Rp 10 miliar. Lalu, bank dapat memberikan kredit atau pembiayaan lain baru kepada debitur terdampak.
ARRIJAL RACHMAN | SAFIRA AMNI RAHMA
Baca: Jokowi Minta Ekonom Berpikir Bak Kancil yang Melompat-lompat