Bertanam Tembakau Kini Buntung, Petani Keluhkan Tata Niaga Tembakau

Reporter

Tempo.co

Rabu, 6 April 2022 18:49 WIB

Petani tembakau, Sholikhin tengah mempraktikkan bertanam tumpangsari dengan cabai. Foto: Dok. Pribadi Sholikhin.

TEMPO.CO, Jakarta - Sholikhin, petani tembakau, sudah lama melakukan tumpang sari di lahannya seluas 7.000 meter persegi di Desa Tanjung Sari, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Tak semua ditanam tembakau. Ia juga menanam tanaman hortikultura seperti cabai, caisim, dan kol meski sebagian besar tetap berupa tembakau di lahannya yang berada di ketinggian 1.200 di atas permukaan laut itu.

“Inginnya sih semua ditumpang sari, tapi tanaman yang bandel di ketinggian di atas seribu meter tanpa mengandalkan air saat musim kemarau ya cuma tembakau walaupun tetap buntung,” kata dia kepada Tempo saat mengikuti Sekolah Tani Mandiri di SMK Muhammadiyah Mertoyudan Magelang yang diadakan Muhammadiyah Tobacco Control Center Universitas Muhammadiyah Magelang, pada 28 Januari 2022.

Pada tanaman yang berada di atas ketinggian 1.000 dpl, masalah pengairan selalu jadi problem utama. Petani, sebenarnya pernah ditawari pemerintah daerah untuk dibuatkan embung yang akan menampung hujan, sebagai cadangan untuk tanaman di musim kemarau. Tapi syaratnya, mereka harus merelakan sedikit lahannya, patungan dengan petani lain untuk keperluan pembuatan embung itu. “Petani masih keberatan karena mereka punya lahan itu beli, sementara membuat embung itu kan sangat luas,” katanya.

Embung, yang biasanya sebesar lapangan bola, sebenarnya cukup efektif untuk menampung air hujan. Tapi bagi petani, kata Sholikhin, daripada untuk pembuatan embung, lahan digunakan untuk menanam agar kultur bertani tetap lestari kendati hasilnya buntung.

Menurut Sholikhin, bertanam tembakau menguntungkan itu hanya terjadi di masa lalu. Saat ini, harga tembakau basah dari petani hanya di kisaran Rp 3.500. Ia membuat perhitungan, dalam satu pohon tembakau, akan menghasilkan satu kilogram tembakau. Jika dalam lahan seluas seribu meter persegi, tembakau yang ditanam hanya sekitar 1.200 pohon, biasanya yang bisa dipanen sekitar satu ton saja.

Advertising
Advertising

Iwan, 27 tahun, tengah melipat daun tembakau saat panen di kawasan dataran tinggi Kiarapayung, Kecamatan Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, 27 Februari 2021. Petani tembakau sendiri mengecam kenaikan tarif cukai rokok 12,5 persen yang berimbas pada daya serap tembakau di pasar setelah pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau rata-rata tertimbang sebesar 12,5% pada 1 Februari 2021. TEMPO/Prima Mulia

Ini artinya, dalam tiga setengah bulan masa tanam, petani hanya mendapatkan Rp 3,5 juta belum dikurangi ongkos produksi. “Biasanya ongkos produksinya Rp 1,7 juta untuk lahan seribu meter,” ujar bendahara kelompok tani Windusari ini.

Agar tak selalu buntung, Sholikhin mengambil lahan sekitar seribu meter persegi untuk tanaman tumpang sari cabai. Cabai ia tanam di tempat yang lebih rendah agar urusan pengairan tidak terlalu merepotkan. “Ditumpang bersama tembakau sebagai tanaman inti, tapi hasilnya tetap mengesankan cabai meski hasil panen berlimpah,:” katanya.

Ia menuturkan, dengan diversifikasi cabai, dari seribu meter persegi itu, Sholikhin bisa mendapatkan 7 kuintal cabai. “Dijual Rp 10 ribu per kilogram belum untung, baru dapat untung kalau Rp 15 ribu per kilogram,” tuturnya. Hasil panen cabai ini, kata dia, mampu menjadi pelipur lara saat penjualan daun tembakau benar-benar buntung.

Dengan hasil tanam tembakau tak menggiurkan ini, wajar jika Istanto sudah lama meninggalkannya dan memilih menanam ubi jalar. Ia sudah mentok bertanam tembakau. “Buntung terus bertahun-tahun,” katanya. Ia terus mencari informasi ke berbagai tempat bagaimana membuat daun tembakaunya dulu menghasilnya rupiah. Tapi tak kunjung berhasil.

“Saya datangi pemerintah untuk tanya, mengapa tata niaga tembakau malah merugikan petani, tapi ya tak ada solusi,” katanya. Ia menuturkan, dalam penjualan daun tembakau, masa-masa gemilang sudah lewat. “Jauh lebih menguntungkan bertanam ubi, dalam seribu meter persegi, bisa panen 2-3 ton,” katanya.

Perkebunan kopi di Temanggung yang ditanam di lahan bekas pertanian tembakau. Foto: TEMPO | Istiqomatul Hayati,

Persoalan tata niaga tembakau juga dikeluhkan Muhamad Nur Ajib. Petani tembakau di Kelurahan Paponan, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temamggung ini sudah lima tahun ini menanam tanaman hortikultura seperti bawang merah dan bawang putih yang menumpang lahan pertanian tembakaunya. Ia juga bertanam lombok dan palawija seperti kemiri.

Menurut Ajib, budaya bertanam tembakau di Temanggung udah dimulai pada abad ke-18 atau 1700-an. Dulu, kata dia, ada 18 kecamatan di Temanggung yang memiliki potensi luar biasa dari pertanian tembakau mereka. “Tapi kini tembakau sudah tidak dihargai lagi, mulai bertanam cabai pada 1997.”

Ajib menunjukkan kejayaan tembakau di masa dulu. Pada 1995, ketika harga emas per gramnya masih Rp 2.500, harga tembakau satu kilogram sudah Rp 15 ribu. “Sekarang emas satu gram Rp 900an ribu, harga tembakau kita yang bagus Rp 50-60 ribu per kilogram,” katanya dengan tertawa getir saat ditemui Tempo di tempat Wisata Alam Kopi Posong, Temanggung, akhir Januari lalu.

Ia mengaku tak habis pikir, pemerintah tak juga mampu mengatasi tata niaga tembakau. Akibatnya, tembakau hasil pertanian petani hanya dibeli oleh industri rokok lewat tangan yang berlapis-lapis dengan harga suka-suka. Keuntungan yang seharusnya mereka peroleh acap kali tergerus akibat sistem kartel dari para penentu harga.

Jika sudah begini, daripada hasil panen daun tembakau membusuk, petani memilih menjualnya meski harganya murah dan alami buntung. "Tolonglah pemerintah buat tata niaga tembakau yang bisa membantu petani biar tidak rugi terus," katanya.

Walhasil, ketika tembakau tak lagi menjadi panen emas bagi petani, mereka pun beralih ke berbagai pertanian pengganti seperti Kopi Posong yang kini sedang menjadi primadona di Temanggung atau cabai. “Dari 18 kecamatan potensi pertanian tembakau, kini tinggal 14 yang masih menanam tembakau. Dan di antara itu, ada enam desa yang benar-benar ogah bertanam tembakau dan kini beralih kopi,” ucapnya.

Baca juga: Pengamat Ekonomi: Indonesia Alami Darurat Konsumsi Rokok, Cukai Rokok Harus Naik

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Healing di Tepian Sungai Selangis, Aroma Bunga Kopi Menyelinap ke Dalam Tenda di Dusun Camp

17 jam lalu

Healing di Tepian Sungai Selangis, Aroma Bunga Kopi Menyelinap ke Dalam Tenda di Dusun Camp

Menikmati sensasi aroma kopi menyeruak ke dalam cabin serta tenda-tenda kemping yang ada di Riversides Dusun Camp

Baca Selengkapnya

Kopi Indonesia Raup Transaksi Rp 1,63 Miliar di Hari Pertama Melbourne International Coffee Expo 2024

2 hari lalu

Kopi Indonesia Raup Transaksi Rp 1,63 Miliar di Hari Pertama Melbourne International Coffee Expo 2024

Produk kopi Indonesia menarik minat pembeli di Melbourne International Coffee Expo atau MICE 2024. Ditargetkan bisa buka peluang kerja sama

Baca Selengkapnya

Ingin Menjadi Barista seperti Mikael Jasin Juara Dunia World Barista Championship 2024? Berikut Tipsnya

3 hari lalu

Ingin Menjadi Barista seperti Mikael Jasin Juara Dunia World Barista Championship 2024? Berikut Tipsnya

Mikael Jasin barista pertama asal Indonesia yang meraih gelar World Championship Barista. Ini tips menjadi barista.

Baca Selengkapnya

Sejumlah Barista Ternama Indonesia, Ada Mikael Jasin Juara Dunia di World Barista Championship 2024

3 hari lalu

Sejumlah Barista Ternama Indonesia, Ada Mikael Jasin Juara Dunia di World Barista Championship 2024

Barista Indonesia makin mendapat pengakuan setelah Mikael Jasin berhasil juara World Championship Barista. Ini deretan barista ternama Indonesia.

Baca Selengkapnya

Barista Indonesia Mikael Jasin Raih Juara Dunia di World Barista Championship 2024 Lewat Kopi Aji dan Gesha

4 hari lalu

Barista Indonesia Mikael Jasin Raih Juara Dunia di World Barista Championship 2024 Lewat Kopi Aji dan Gesha

Barista Indonesia Mikael Jasin Raih Juara World Barista Championship 2024. Ia berhasil mengalahkan barista dari 53 negara lainnya.

Baca Selengkapnya

Inilah 5 Minuman yang Bisa Memperlancar BAB

10 hari lalu

Inilah 5 Minuman yang Bisa Memperlancar BAB

Berikut ini lima minuman kesehatan yang bagus untuk menghilangkan sembelit serta perlancar BAB.

Baca Selengkapnya

Belajar Buat Narkoba Sintetis dan Diedarkan, Pria di Tangerang Ditangkap Polsek Ciputat Timur

19 hari lalu

Belajar Buat Narkoba Sintetis dan Diedarkan, Pria di Tangerang Ditangkap Polsek Ciputat Timur

Pengungkapan kasus narkoba jenis sintetis ini berawal saat kecurigaan seorang warga akan adanya penyalahgunaan narkoba di wilayah Larangan, Tangerang.

Baca Selengkapnya

Indonesia Targetkan Nilai Ekspor Kopi ke Mesir Tahun Ini Tembus Rp 1,5 Triliun

24 hari lalu

Indonesia Targetkan Nilai Ekspor Kopi ke Mesir Tahun Ini Tembus Rp 1,5 Triliun

Atase Perdagangan Kairo, M Syahran Bhakti berharap eksportir kopi Indonesia dapat memenuhi permintaan dari Mesir pada 2024 ini di atas Rp 1,5 triliun.

Baca Selengkapnya

Pakta Konsumen Nasional Minta Pemerintah Penuhi Hak Konsumen Tembakau

25 hari lalu

Pakta Konsumen Nasional Minta Pemerintah Penuhi Hak Konsumen Tembakau

Pakta Konsumen Nasional meminta pemerintah untuk memenuhi hak konsumen tembakau di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Harga Daging dan Cabai Turun di Akhir Libur Lebaran 2024

30 hari lalu

Harga Daging dan Cabai Turun di Akhir Libur Lebaran 2024

Harga komoditas pangan seperti daging, telur, cabai, dan garam turun pada Senin, 15 April 2024.

Baca Selengkapnya