Serikat Pekerja Minta Jokowi Batalkan Permenaker JHT: Tidak Perlu Revisi
Reporter
Mutia Yuantisya
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 23 Februari 2022 11:14 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo terkait polemik Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 2/2022 tentang Tata, Cara, dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
“Tidak perlu ada revisi, cukup dibatalkan saja Permenaker Nomor 2 Tahun 2022,” kata Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat dalam rilis, Selasa, 22 Februari 2022.
Selain mengapresiasi, ASPEK Indonesia meminta Presiden Jokowi untuk membatalkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dan kembali pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata, Cara, dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dapat dicairkan pekerja yang berhenti bekerja, baik karena mengundurkan diri maupun terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). JHT dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau tanggal PHK.
Mirah Sumirat menegaskan Permenaker No. 19/2015 telah sesuai Undang Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. “Tidak perlu dilakukan perubahan,” katanya.
Menurutnya, Permenaker No. 19/2015 telah memberikan perlindungan hukum dan keadilan bagi setiap pekerja yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri maupun terkena PHK.
<!--more-->
“Pekerja yang mengundurkan diri dan diputus hubungan kerjanya (PHK), sudah tidak lagi masuk dalam kategori peserta karena ia sudah tidak bekerja dan berhenti membayar iuran,” katanya.
Mirah Sumirat mengatakan Permenaker No. 19/2015 justru melindungi hak pekerja dengan memberikan hak untuk memilih apakah akan mencairkan manfaat Jaminan Hari Tua pada saat berhenti bekerja atau pada saat memasuki usia pensiun.
Oleh karena itu, ia meminta Menteri Ketenagakerjaan serius menjalankan perintah Presiden Joko Widodo dan tidak mengutak-atik tata cara pencairan JHT. Sebab, dana JHT adalah milik pekerja dan tidak ada dana sepeserpun dari pemerintah.
“Polemik JHT karena terbitmya Permenaker No. 2/2022 membuktikan adanya kegagalan komunikasi politik antara Menteri Ketenagakerjaan dengan Presiden, sehingga Presiden tidak mendapat informasi yang utuh terkait filosofi kepesertaan JHT,” ucapnya.
Mirah Sumirat juga menduga, Menteri Ketenagakerjaan masih akan bermanuver dengan membuat revisi Permenaker No. 2/2022 yang tidak sesuai dengan filosofi dasar kepesertaan JHT.
Dia juga mengkritisi minimnya peran dan kinerja Dewan Pengawas yang ada di BPJS Ketenagakerjaan karena tidak sensitif terhadap polemik JHT yang merugikan kepentingan pekerja.
“Padahal di Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan ada dua perwakilan dari unsur serikat pekerja,” katanya.
Mirah Sumirat mengatakan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan justru terkesan berpihak pada kepentingan pengusaha dan pemerintah. “Saya jadi meragukan proses pemilihan Dewan Pengawas di BPJS Ketenagakerjaan karena Panitia Seleksinya dari Kementerian Ketenagakerjaan,” katanya.
MUTIA YUANTISYA
BACA: Partai Buruh Minta Permenaker JHT Cair Usia 56 Tahun Dicabut Tanpa Akal-Akalan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.