Ditagih Utang BLBI Rp 29 T, Bos Texmaco Gugat KPKNL ke Pengadilan

Senin, 3 Januari 2022 13:14 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai menggelar konferensi pers di Kementerian Keuangan Jakarta, Jumat, 31 Desember 2021. Tempo/Hendartyo Hanggi

TEMPO.CO, Jakarta – Pemilik Grup Texmaco Marimutu Sinivasan resmi menggugat Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang atau KPKNL Jakarta III, Kementerian Keuangan, ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gugatan dilayangkan karena Sinivasan ingin mendapatkan kepastian besar nilai utang yang pantas dibayar kepada negara, yang juga disebut bukanlah utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI.

“Sebagai WNI yang patuh dan bertanggung jawab, saya memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban (utang) saya kepada negara. Namun, karena ada beberapa versi mengenai besarnya nilai utang tersebut, maka saya mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mendapatkan kepastian yang sah secara hukum mengenai besarnya utang yang pantas saya bayar,” kata Sinivasan, pada Minggu, 2 Januari 2022.

Gugatan ini sudah terdaftar di pengadilan sejak Kamis, 30 Desember 2021, dengan nomor perkara 820/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst. Sidang pertama rencananya bakal digelar pada Selasa, 11 Januari 2022.

Dalam petitum, Sinivasan meminta majelis hakim mengabulkan gugatan untuk seluruhnya dan menyatakan dirinya sebagai pemilik sah perusahan-perusahaan bidang tekstil, engineering dan penanaman modal lainnya.

Advertising
Advertising

Dia meminta majelis hakim menyatakan dirinya sebagai pemilik yang sah atas harta kekayaan berupa tanah dan bangunan-pabrik, mesin-mesin, fasilitas pendukung infrastruktur. Harta dan aset yang dimaksud yaitu yang terletak di Desa Nolokerto dan Sumberejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Desa Kiara Payung dan Gintung Kerta Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

<!--more-->

Sebelumnya, Sinivasan mengakui kalau Texmaco punya utang sebesar Rp 8,09 triliun kepada negara, tapi tidak terkait sama sekali dengan BLBI.

Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut Texmaco adalah salah satu yang wajib membayar utang terkait BLBI. Sehingga pada 23 Desember lalu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Mahfud Md, mengumumkan penyitaan aset Texmaco.

Mahfud mengatakan dalam penyitaan aset tahap pertama, Satgas BLBI berhasil menambah keuangan negara sebesar kurang lebih Rp 313 miliar. “Hari ini, pukul 10 tadi Satgas BLBI kembali menyita aset jaminan dari Grup Texmaco atas 587 bidang tanah yang berlokasi di lima daerah dengan total luas 4.794.202 meter persegi,” kata Mahfud dalam konferensi pers.

Adapun lokasi tanah yang disita negara berada di Kabupaten Subang, Kabupaten Sukabumi, Kota Batu, Kota Pekalongan, dan Kota Padang. Lokasi aset ini sedikit berbeda dengan yang disampaikan Sinivasan dalam petitum di pengadilan.

Tak hanya soal status utang BLBI atau bukan, Satgas BLBi dan Texmaco juga beda pendapat soal nilai utang. Sinivasan menegaskan utang Texmaco Rp 8,09 triliun. Sementara, Sri Mulyani yang merupakan anggota pengarah Satgas BLBI menyebut Rp 29 triliun.

Dalam berbagai publikasi di media massa, bahkan pemiliknya mengatakan utang yang ke pemerintah hanya Rp 8 triliun, padahal akta kesanggupannya sudah menyebutkan memiliki utang Rp 29 triliun dan US$ 80,5 juta," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, 23 Desember 2021.

Perbedaan nilai utang inilah yang membuat Sinivasan melayangkan gugatan ke pengadilan. Menurut Sinivasan, pengadilan-lah yang berhak menentukan besarnya utang tersebut. Tak hanya dua, ia menyebut ada empat versi utang Grup Texmaco. “Jadi, kami tidak menggugat seluruh tindakan pengelolaan hak tagih GrupTexmaco,” tutur Sinivasan.

<!--more-->

Ia kemudian merinci empat versi nilai utang Texmaco yang beredar:

  1. Utang Rp 8,09 triliun

Menurut dia, utang komersial sebesar ini didasarkan pada Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara pada kasus Grup Texmaco oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Deputi Bidang Pengawasan Khusus nomor SR-02.00.01-276/D.VII.2/2000 tanggal 8 Mei 2000. Laporan ini adalah tindak lanjut dari nota kesepakatan antara PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) mengenai penyelesaian kredit atas nama Texmaco yang ditandatangani pada 25 Februari 2000.

“Nota kesepakatan ini ditandatangani oleh Dirut BNI Saifuddien Hasan, Kepala BPPN Cacuk Sudarijanto, dan diketahui oleh Menteri Keuangan Bambang Sudibyo,” kata Sinivasan.

  1. Utang Rp 29 triliun versi Sri Mulyani

Sinivasan mengutip pernyataan Sri Mulyani yang menyebu Texmaco punya utang kepada negara sebesar Rp 29 triliun plus tunggakan L/C sebesar US$ 80,57 juta. Angka utang sebesar ini didasarkan pada Akta Pernyataan dan Kesanggupan No. 51 pada tanggal 16 Juni 2005.

3. Utang Rp 38 triliun

Menurut Sinivasan, utang komersial Texmaco ini terdiri dari berbagai jenis sumber penetapan. Di antaranya yaitu Rp 790 miliar tidak termasuk biaya administrasi alias biad (berdasarkan surat Menteri Keuangan Nomor S-11/MK.6/2009 tanggal 12 Januari 2009). Lalu, Rp 169 miliar termasuk biad (berdasarkan penetapan jumlah piutang negara Nomor PJPN-22/PUPNC.10.02/2018 tanggal 12 Februari 2018).

Kemudian, Rp 160 miliar termasuk biard (berdasarkan jumlah piutang negara Nomor PJPN-24/PUPNC.10.02/2018 tanggal 12 Februari 2018). Dan empat nominal utang Rp 14,3 triliun, US$ 1,6 miliar, 3 miliar Yen Jepang, dan 151 ribu Franc Perancis (berdasarkan Master Restructuring Agreement for Texmaco Group atau MRA Nomor 10 tanggal 23 Mei 2001). Semua perhitungan utang ini, kata Sinivasan, berasal dari Satgas BLBI dengan surat nomor S-820/KSB/2021.

  1. Utang Rp 93 triliun

Menurut Sinivasan, utang ini terdiri atas Rp 31 triliun dan US$ 3,9 miliar. Utang komersial ini didasarkan pada Surat Paksa nomor SP-998/PUPNC.10.00/2021 yang dikeluarkan oleh KPKNL Jakarta III dan ditandangani oleh Des Arman, Kepala KPKNL Jakarta III pada tanggal 10 September 2021.

Untuk itulah, Sinivasan menyebut dirinya meminta keadilan dari pengadilan karena selalu ada versi utang yang berbeda-beda. Di sisi lain, Sinivasan menyebut utang Grup Texmaco disebabkan juga oleh kesalahan pemerintah dalam membuat kebijakan untuk merespons krisis mata uang tahun 1997 dan 1998.

Akibat kebijakan pemerintah yang mengikuti arahan International Monetary Fund atau IMF, kata dia, nilai rupiah melemah hingga Rp 16 ribu per dolar Amerika Serikat. Suku bunga pinjaman JUGA melonjak hingga di atas 80 persen. Lalu, beban utang meningkat hingga lebih dari enam kali lipat akibat kebijakan yang mengikuti arahan IMF itu.

Walhasil, Sinivasan menyebut industry strategis nasional juga “dibunuh” oleh IMF. Bagi dia, Industri dalam negeri perlu dukungan kebijakan yang konsisten dan para pelaku bisnis membutuhkan kepastian usaha, termasuk kepastian jumlah utang. “Kami tidak dalam posisi mempersalahkan IMF, melainkan sekadar meminta keadilan,” kata Sinivasan.

BACA: Marimutu Sinivasan Sebut Utang Texmaco Rp 8 T, Sri Mulyani: Padahal Rp 29 T

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Apakah Orang yang Terlilit Pinjol Sulit Mengajukan Pinjaman di Bank?

3 hari lalu

Apakah Orang yang Terlilit Pinjol Sulit Mengajukan Pinjaman di Bank?

OJK melaporkan banyak orang terlilit pinjol dan paylater. Lantas, apakah orang terlilit pinjol masih bisa mengajukan pinjaman di bank?

Baca Selengkapnya

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

8 hari lalu

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Baca Selengkapnya

Cerita Warga tentang Kontraktor Pembangunan Masjid Al Barkah Jakarta Timur yang Mangkrak: Punya Banyak Utang

8 hari lalu

Cerita Warga tentang Kontraktor Pembangunan Masjid Al Barkah Jakarta Timur yang Mangkrak: Punya Banyak Utang

Ahsan Hariri, kontraktor pembangunan gedung baru Masjid Al Barkah di Cakung, Jakarta Timur, dikabarkan puunya banyak utang.

Baca Selengkapnya

Jerman Minta Cina Bantu Negara-Negara Miskin yang Terjebak Utang

8 hari lalu

Jerman Minta Cina Bantu Negara-Negara Miskin yang Terjebak Utang

Kanselir Jerman Olaf Scholz meminta Cina memainkan peran lebih besar dalam membantu negara-negara miskin yang terjebak utang.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Serap Rp 7,025 Triliun dari Lelang Surat Utang SBSN

9 hari lalu

Pemerintah Serap Rp 7,025 Triliun dari Lelang Surat Utang SBSN

Pemerintah menyerap dana sebesar Rp 7,025 triliun dari pelelangan tujuh seri surat utang yakni Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Baca Selengkapnya

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

19 hari lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

20 hari lalu

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

Direktur Ideas menanggapi rencana Presiden Jokowi membahas program yang diusung Prabowo-Gibran dalam RAPBN 2025.

Baca Selengkapnya

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

21 hari lalu

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

21 hari lalu

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

Partai politik pendukung Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden mendapat jatah menteri berbeda-beda di kabinet Prabowo mendatang.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

22 hari lalu

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

Kemenkeu merespons soal kenaikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025.

Baca Selengkapnya